Oleh: Abdullah Mubarok
Mu'tazilah adalah salah satu golongan tidak umum di zamannya. Muncul di era Khilafah Umawi. Waashil bin Atho' (80 -131 H) membelot dari komunitas Hasan Bashri dengan memvonis pelaku dosa besar tidak beriman, juga tidak kafir. Dia beragumentasi bahwa tidak layak disebut beriman seorang yang berlumur dosa besar, tapi juga tidak kafir, karena dia bersyahadat. Manzilah bainal manzilataini. Akan selamanya menjadi penghuni neraka ketika enggan bertobat.
Argumentasi cerdas tapi membingungkan. Cerdas karena Waashil berani dengan tegas mengungkapkan pendapat yang tidak populer saat itu dan dihadapan seorang Ulama' besar yang sangat berpengaruh dan ber-massa banyak, Hasan bashri. Dengan tragedi inilah, Washil untuk kemudian berlabel sebagai biang keladi Mu'tazilah. Golongan yang kesannya sesat karena timbul dari gejala sabda Nabi : " Umatku akan menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu, yang berada dijalanku dan para sahabatku".
Seperti golongan-golongan lain, Mu'tazilah mulai menggunakan Qu'ran sebagai dalih untuk melegitimasi pendapat-pendapatnya. Quran dijadikan landasan kuat yang sulit terelakkan. Mereka menafsiri Quran sesuai akidah golongannya. Dan secara alamiah, tafsir pun mulai mengalami pergeseran. Tafsir yang semula pembenaran atas kalam Ilahi menjadi pembenaran sebuah golongan yang tidak jarang berlandaskan nafsu belaka.
Al-Kassyaf, tafsir Quran fenomenal dari tokoh Mu'tazilah yang lahir sekitar tahun 1075 M atau tepatnya bulan Rajab 467 H. Mahmud ibn Umar al-Zamakhsyari, Ulama' dari Zamakhsyar, Khwarezmia, Uzbekistan. Karya ini begitu agung dengan metodologi tafsir yang belum pernah ada sebelumnya.
Seolah menunjukkan berideologi Mu'tazilah, Zamakhsyari acap kali menafsiri ayat sesuai garis-garis akidah Mu'tazilah. Termasuk lima asas pokok akidah Mu'tazilah, diberikan dalil yang sangat apik, dan susah terbantahkan. Kefenomenalan Kassyaaf langsung bisa terbaca dari kisah awal penulisannya di mana seorang Zamakhsyari acap kali melontarkan fenomena-fenomena tafsir yang indah dan menakjubkan.
ان التفاسير فى الدنيا بلا عدد وليس فيها لعمرى مثل كشافي
ان كنت تبغي الهدى فالزم قراءته فالجهل كالداء والكشاف كالشافى
Dengan dua syair inilah Zamakhsyari sendiri merefleksikan kebanggaannya atas Kassyaaf. Kassyaaf memang memberikan nuansa baru dalam bertafsir dengan metodologi-metodologi ilmiah berbalut sastra yang tinggi. Di dalam Kassyaaf tercermin bahwa Zamakhsyari tidak hanya pakar tafsir, dia juga menguasai dengan baik disiplin ilmu lain, pendukung-pendukung tafsir.
Singkatnya, terlepas dari kemu'tazilahan Zamakhsyari, Kassyaaf adalah tafsir yang sangat patut untuk diapresiasi tinggi, yang lahir dari tokoh islam sendiri serta produktif menyumbangkan ide-idenya bagi islam, Zamakhsyari. Tafsir yang dengan indah menguak sastra narasi Quran dan keindahan Quran yang seakan menyihir para pembacanya serta apiknya dialog-dialog Quran. Dalam mengomentari Kassyaaf, Seorang Ibnu khaldun pun mengakui keindahan metodologi tafsir yang diusung Zamakhsyari ini, walaupun tafsir itu produk seorang Mu'tazilah, golongan yang seakan sudah tervonis berakidah menyimpang.
Memang, fenomena Zamakhsyari membuat kita beropini akan dilematisnya status seorang Zamakhsayri. Tafsir yang indah tapi Mu'tazilah, seakan menggambarkan Zamakhsyari termakan sendiri oleh akidahnya, Manzilah bainal manzilatain. Dilematis. Tapi, meski Mu'tazilah adalah golongan yang timbul dari gejala sabda Nabi diatas, Saya berkeyakinan dan tanpa ragu masih menyebut mereka islam dengan tidak menafikan jasa-jasa mereka. Zamakhsyari memiliki derajat yang tinggi. Apabila mereka masuk neraka, hanya untuk mensucikan segala dosanya dan bisa saja, karena jasanya, mereka mendapatkan surga. Akhirnya, Allah lah yang berkehendak. Wa Allahu a'lam.
Mu'tazilah adalah salah satu golongan tidak umum di zamannya. Muncul di era Khilafah Umawi. Waashil bin Atho' (80 -131 H) membelot dari komunitas Hasan Bashri dengan memvonis pelaku dosa besar tidak beriman, juga tidak kafir. Dia beragumentasi bahwa tidak layak disebut beriman seorang yang berlumur dosa besar, tapi juga tidak kafir, karena dia bersyahadat. Manzilah bainal manzilataini. Akan selamanya menjadi penghuni neraka ketika enggan bertobat.
Argumentasi cerdas tapi membingungkan. Cerdas karena Waashil berani dengan tegas mengungkapkan pendapat yang tidak populer saat itu dan dihadapan seorang Ulama' besar yang sangat berpengaruh dan ber-massa banyak, Hasan bashri. Dengan tragedi inilah, Washil untuk kemudian berlabel sebagai biang keladi Mu'tazilah. Golongan yang kesannya sesat karena timbul dari gejala sabda Nabi : " Umatku akan menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu, yang berada dijalanku dan para sahabatku".
Seperti golongan-golongan lain, Mu'tazilah mulai menggunakan Qu'ran sebagai dalih untuk melegitimasi pendapat-pendapatnya. Quran dijadikan landasan kuat yang sulit terelakkan. Mereka menafsiri Quran sesuai akidah golongannya. Dan secara alamiah, tafsir pun mulai mengalami pergeseran. Tafsir yang semula pembenaran atas kalam Ilahi menjadi pembenaran sebuah golongan yang tidak jarang berlandaskan nafsu belaka.
Al-Kassyaf, tafsir Quran fenomenal dari tokoh Mu'tazilah yang lahir sekitar tahun 1075 M atau tepatnya bulan Rajab 467 H. Mahmud ibn Umar al-Zamakhsyari, Ulama' dari Zamakhsyar, Khwarezmia, Uzbekistan. Karya ini begitu agung dengan metodologi tafsir yang belum pernah ada sebelumnya.
Seolah menunjukkan berideologi Mu'tazilah, Zamakhsyari acap kali menafsiri ayat sesuai garis-garis akidah Mu'tazilah. Termasuk lima asas pokok akidah Mu'tazilah, diberikan dalil yang sangat apik, dan susah terbantahkan. Kefenomenalan Kassyaaf langsung bisa terbaca dari kisah awal penulisannya di mana seorang Zamakhsyari acap kali melontarkan fenomena-fenomena tafsir yang indah dan menakjubkan.
ان التفاسير فى الدنيا بلا عدد وليس فيها لعمرى مثل كشافي
ان كنت تبغي الهدى فالزم قراءته فالجهل كالداء والكشاف كالشافى
Dengan dua syair inilah Zamakhsyari sendiri merefleksikan kebanggaannya atas Kassyaaf. Kassyaaf memang memberikan nuansa baru dalam bertafsir dengan metodologi-metodologi ilmiah berbalut sastra yang tinggi. Di dalam Kassyaaf tercermin bahwa Zamakhsyari tidak hanya pakar tafsir, dia juga menguasai dengan baik disiplin ilmu lain, pendukung-pendukung tafsir.
Singkatnya, terlepas dari kemu'tazilahan Zamakhsyari, Kassyaaf adalah tafsir yang sangat patut untuk diapresiasi tinggi, yang lahir dari tokoh islam sendiri serta produktif menyumbangkan ide-idenya bagi islam, Zamakhsyari. Tafsir yang dengan indah menguak sastra narasi Quran dan keindahan Quran yang seakan menyihir para pembacanya serta apiknya dialog-dialog Quran. Dalam mengomentari Kassyaaf, Seorang Ibnu khaldun pun mengakui keindahan metodologi tafsir yang diusung Zamakhsyari ini, walaupun tafsir itu produk seorang Mu'tazilah, golongan yang seakan sudah tervonis berakidah menyimpang.
Memang, fenomena Zamakhsyari membuat kita beropini akan dilematisnya status seorang Zamakhsayri. Tafsir yang indah tapi Mu'tazilah, seakan menggambarkan Zamakhsyari termakan sendiri oleh akidahnya, Manzilah bainal manzilatain. Dilematis. Tapi, meski Mu'tazilah adalah golongan yang timbul dari gejala sabda Nabi diatas, Saya berkeyakinan dan tanpa ragu masih menyebut mereka islam dengan tidak menafikan jasa-jasa mereka. Zamakhsyari memiliki derajat yang tinggi. Apabila mereka masuk neraka, hanya untuk mensucikan segala dosanya dan bisa saja, karena jasanya, mereka mendapatkan surga. Akhirnya, Allah lah yang berkehendak. Wa Allahu a'lam.