Haul KH. Zubair Dahlan; Ojo Kakehen Wiridan!
Peringatan Haul KH. Zubair Dahlan kali ini bisa dibilang spesial, karena tepat diadakan pada
hari Senin, hari yang sama saat beliau kembali ke hadiratNya. Tradisi tahunan tersebut juga
selalu diperingati kawan-kawan FAS (Forum Alumni Sarang) di Mesir. Bertempat di bilangan
distrik 6, kediaman Bapak Mahmudi Muhson, MA, acara ini dihadiri oleh segenap anggota FAS
Mesir serta almamater tetangga seperti KMF (Kajen), IKAMARU (Guyangan, Pati), Bandungsari,
serta Gubernur dari kekeluargaan Jawa Tengah di Mesir. Acara yang diiringi buka bersama
tersebut dibuka dengan khataman Alquran 30 juz, tafa'ulan pad acara serupa yang
diselenggarakan di Sarang.
"Jika kita membaca perjalanan sejarah beliau, kita pasti merinding," ungkap Bapak Mahmudi
Muhson, MA mengawali mauidhoh hasanah dengan kekaguman atas biografi KH. Zubair Dahlan.
Beliau menjelaskan, Mbah Zubair, memulai belajar dari ayah dan kakek beliau, Kyai Dahlan dan
Kyai Syuaib. Tak cukup dari satu jalur, beliau juga belajar dari para paman. Hingga akhirnya pada
usia 17 tahun, beliau pergi ke tanah suci bersama kakeknya dan bertempat tinggal bersama
pamannya, KH.Imam Kholil yang terlebih dahulu berada di Makkah selama 3 tahun. 3 tahun yang
benar-benar dimanfaatkan sebaik-baiknya, beliau banyak belajar pada ulama-ulama tersohor di
bumi tempat Baginda Nabi Muhammad SAW dilahirkan.
Pada usia 24 tahun, beliau menikah dengan Nyai Mahmudah hingga dikaruniai 5 putra dan putri,
semuanya meninggal kecuali seorang putra, KH. Maimoen Zubair. Tiba-tiba Pak Mahmudi, sapaan
akrab Bapak Mahmudi Muhson, MA, berucap, "sebenarnya umur 24 itu sudah ancang-ancang,
kang,". Sontak para hadirin yang merasa tersindir mengelak. "Sampean juga kan, pak," celetuk
Irhas Darojat dari dapur. "Lho, saya yang berbicara yaa tidak masuk khitob, saya kan
mutakallim, bukan mukhotob," jawab Pak Mahmudi balik. Hadirin terpingkal mendengar jawaban
dari Pak Mahmudi tersebut.
Mbah Zubair, lanjut beliau, tidak mengajarkan ilmu Tasawuf- walaupun beliau ahli dalam
bidang tersebut- sampai usia beliau yang ke 60. Hal ini, lanjut Pak Mahmudi, menggambarkan
salah satu maqolah beliau yang terkenal, "Man izdada khusyu'an, izdada jahlan". Ilmu tasawuf
yang identik dengan 'khusyuk', sepantasnya memang diajarkan kala senja. Waktu muda,
sebaiknya digunakan untuk memperkaya pikiran. "Ojo kakehen wiridan wektu enom," begitu Pak
Mahmudi menggambarkan.
Adzan Maghrib telah lama dikumandangkan, Rendang ayam pun telah lama disajikan, pengajian
terpaksa diakhiri dengan walaupun para tamu masih khusuk mendengarkan. ditutup dengan doa
yang dibawakan Bapak Yunus Masrukhin, MA, semoga peringatan Haul KH. Zubair Dahlan kali ini