GANTI FONT BLOG INI!

Perdebatan Mu’tazilah dan Asy’ariyah Seputar Khalq al-Qur’an

Distrik VI, FAS Mesir 03/11/2010 – Istimewa. Barangkali itulah kata tepat untuk menggambarkan diskusi dwi mingguan FAS Mesir kali ini. Pasalnya, di tengah-tengah mereka terdapat anggota baru, Adib Ali Rahbini, dan mendapatkan tamu kehormatan Wakil Ketua KSW (Kelompok Studi Walisongo), Fatchul Machasin, sekaligus seorang reporter dari kswmesir.com, untuk melakukan silaturrahmi dan meninjau agenda FAS Mesir secara langsung.

Mekanisme diskusi sebagaimana biasa. Materi yang diberikan pihak Dep. Pendidikan seputar perdebatan Ulama tentang qadim-hadisnya Al-Qur’an. Kali ini ada dua presetator yang bertugas. Pertama, rekan Abdullah Mubarok dengan mengetengahkan makalah berjudul “Khalq al-Qur’an; Fitnah Yang Kejam” dan presentator kedua, rekan Budi Afief dengan makalahnya yang berjudul “Al-Qur’an Dalam Kacamata Sunni dan Mu’tazilah”.

Setelah rekan Agus Salim, Lc. --yang dalam hal ini bertindak sebagai moderator-- memberikan waktu masing-masing 15 menit kepada kedua presentator, merekapun secara bergantian mengelaborasikan makalah dan pembacaannya masing-masing. Hal paling mendasar yang disepakati keduanya adalah ide khalq al-qur’an (Al-Qur’an termasuk makhluq dan bersifat temporal) muncul dari seorang Yahudi bernama Lubaib bin A’sham, yang konon ia yang pernah menyihir Nabi Muhammad saw. Jadi, pada dasarnya ide itu telah muncul sejak periode nabi.

Dalam elaborasinya rekan Budi Afief memaparkan bahwa kontroversi yang sampai pada puncaknya adalah pada masa dinasti Mu’tasim dimana ia mempunyai paham teologi Mu’tazilah. Salahsatu argumen Mu’tazilah adalah mengutip Qur’an yang secara eksplisit menggunakan redaksi “wa anzalna al-qur’an..”. Jika al-Qur’an itu “turun” maka ia berubah dari tempatnya. Sedangkan jika sesuatu itu mengalami perubahan maka sudah seharusnya sesuatu tersebut bersifat hadits (baru). Jika al-Qur’an mempunyai kronologi ‘diturunkan’ Maka al-Qur’an adalah hadits bukan qadim.

Rekan Abdullah Mubarok memberikan pemaparan lain. Menurutnya ide khalq al-qur’an adalah sebuah akulturasi ilmiah, dimana Lubaib bin A’sham adalah sebagai pencetusnya. Lubaib mengkondisikan al-Qur’an sebagaimana Taurat, kitab suci orang Yahudi. Jika Taurat adalah makhluq maka al-Qur’an juga demikian.

Elaborasi rekan Abdullah Mubarok selanjutnya menyentuh dinasti-dinasti pasca nabi. Jika periode Harun Al-Rasyid getol membukukan hadits nabi, entah itu hadtis ahad maupun mutawatir, yang terjadi pada periode Al-Makmun justeru sebaliknya. Al-Makmun yang memproklamirkan diri sebagai Mu’tazilian ini lebih menggunakan tangan besinya, dengan membunuh dan menyiksa para kaum intelektual diluar pahamnya, ketimbang bersikap lunak. Salahsatunya adalah Imam Ahmad bin Hanbal, meskipun pada akhirnya beliau selamat.

Sesi selanjutnya dialog interaktif, sedangkan rekan Nurul Ahsan mempunyai kesempatan pertama. Menurutnya, fakta anarkisme tidak selalu identik dengan Islam fundamentalis. Selanjutnya rekan Shaleh Taufiq menyangsikan presentator kedua yang secara terang-terangan mendeklarkan diri sepakat dengan pendapat sekte Mu’tazilah. Menurutnya, jika yang terjadi demikian maka presentator kedua samahalnya sepakat dengan intervensi intelektual dan sikap arogansi yang dilakukan sekte Mu’tazilah terhadap tokoh-tokoh Islam.

Tak ketinggalan pula rekan Abdullah Farid, Zainal Mustaqim dan Irhas Darojat melemparkan pertanyaan dan mengemukakan beberapa counter terhadap apa yang disampaikan kedua presentator. Kamudian, kesempatan selanjutnya diberikan kepada rekan Anik Munir, Lc. selaku Pembimbing II FAS Mesir. Menurutnya tidak sepenuhnya benar jika arogansi Al-Makmun sudah tidak dapat ditolerir lagi, sedangkan Al-Makmun dalam sebuah manâqib (cerita) sangat menaruh hotmat kepada Imam Ahmad bin Hanbal dan beberapa ulama-ulama lain.

Sejenak setelah beberapa pertanyaan dan pernyataan dari beberapa audien dijawab secara lugas oleh kedua presentator, kesempatan terakhir diberikan kepada Bapak Mahmudi Muhshon, MA. selaku Pembimbing I FAS Mesir. Menurutnya, argumentasi sekte Mu’tazilah dalam hal khalq al-qur’an memang sangat rasional. Namun yang demikian ini bukan untuk dijadikan konsumsi publik (diketahui orang-orang umum). Sebab, jika mushaf (al-Qur’an) dikalangan orang umum dikatakan sebagai sesuatu yang hadits (baru), bukan qadim, maka hal ini akan berpotensi mengikis sakralitas mushaf itu sendiri. Kemudian beliau teringat sebuah cerita tentang Imam Syafi’i yang enggan mendiskusikan teologi. Bukannya beliau tidak mempunyai kapasitas disiplin teologi, namun beliau beranggapan bahwa hal itu nantinya akan terasa rumit dan tidak akan ada ujungpangkalnya.

Setelah jam menunjukkan pukul 16.30 WC, dengan penuh kesadaran diskusi dihentikan, untuk segera melakukan shalat asar dan memperkenalkan anggota baru. []

Reporter: Nurul Ahsan
Share this article :
 
 
Support : Dimodifikasi oleh | masmuafi |
Copyright © 2013. MEDIA FAS MESIR - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger