Awal Munculnya faham “al Quran adalah makhluk”
Ja’ad bin Dirham, sosok itulah yang pertama kali mendengungkan dan mengatakan al-Quran adalah makhluk yang karena ucapanya itu dia langsung di hukum pancung oleh Khaled bin Abdullah al Qasary gubernur Kufah pada saat itu.
Kalau boleh penulis urutkan, benih-benih fikiran atau ide tentang al Quran itu makhluk sebenarnya sudah mulai ada pada zaman Rosulllah. Yaitu Labid bin A’sham , seorang Yahudi yang pernah melakukan santet atau sihir terhadap Rosul, dia mengatakan bahwa Taurat adalah makhluk. Kemudian oleh Thaalut seorang kafir zindik yang juga murid dia, ide Labid ini di tulis dan di ajarkan kepada murid dia bernama Abaan bin Sam’aan, kemudian baru di munculkan ke khalayak umum oleh Ja’ad bin Dirham, terus di kembangkan lagi oleh Jahm bin Shafwan yang kemudian di kenal dengan aliran Jahmiyah. Pada masa khalifah Harun ar-rasyid, wacana tentang faham ini kembali di lontarkan lagi ke publik oleh Basr al Marisy salah satu punggawa Mu’tazillah yang juga murid Jahm bin syafwan, Namun karena pemerintah pada saat itu masih belum pro dengn mereka, usaha mereka mengalami kegagalan dan berlahan sirna, bahkan pemerintan sempat berniat memburu penyebar faham tersebut untuk di eksekusi . Kemudian baru Setelah Khalifah Harun ar-Rasyid meninggal dan di gantikan oleh putranya al Ma’mun, mereka kembali menyebarkan faham tersebut, dan yang lebih membuat mereka bahagia, faham tersebut disambut hangat oleh Khalifah al Ma’mun (218 H) ini semua tidak lepas dari peran Basr bin Syafwan yang merupakan guru al Ma’mun , dia juga yang menanamkan akidah Mu’tazillah kedalam fikiran al Ma’mun. Semua usaha Mu’tazillah mencapai puncaknya di akhir pemerintahan beliau, dengan menjadikanya akidah dan peraturan pemerintah pada waktu itu. Dari sinilah di mulai zaman fitnah bagi umat islam. Al Ma’mun mengeluarkan keputusan pemerintah untuk memanggil semua ulama-ulama terkemuka pada masa itu untuk di interogasi guna mengetahui pendapat mereka tentang al Quran. Salah satu Ulama hadist yang dengan lantang mengatakan al Quran bukan makhluk adalah Imam Ahmad bin Hambal (241 H) dan karena keberanian itu, beliau di penjara dan mendapat perlakuan yang keji dan tidak manusiawi.
Lebih lanjut lagi, untuk mengekalkan akidah Mu’tazilah pada periode itu, al Ma’mun memberikan wasiat kepada saudara dia al Mu’tasim yang akan menggantikanya kelak untuk meneruskan apa yang dia yakini, kemudian berlanjut hingga pemerintahan al Watsiq bin al Mu’tasim(232 H). setelah al Mutawakil (247 H) naik tahta menggantikan al Watsiq, terjadi perombakan besar-besaran di tubuh pemerintahanya, banyak menteri-mentri yang di pecat, dan diganti dengan yang baru, para tahanan politik semisal Imam Ahmad bin Hambal di keluarkan dari penjara dan di beri kedudukan terhormat menjadi penasehat Khalifah. sampai - sampai al Mutawakil tidak akan mengankat gurbernur sebelum meminta pendapat dari Imam Ahmad bin Hambal. Kemudian sebagai bantuk simpatinya terhadap apa yang terjadi di masa lalu, al Mutawakil mengeluarkan mandat berupa larangan kaum muslimin belajar agama kecuali apa-apa yang ada pada al Quran dan al Hadist. Dan larangan menkaji dan membahas tentang “al Quran adalah makhluk”, hukumanya sangat berat bila ada yang melanggarnya . dan inilah akhir dari bencana dan cobaan yang di alami kaum muslimin. Khususnya golongan Sunni yang terpojokan dan teraniaya pada masa Kholifah al Mu’tasim sampe al Watsiq.
Itulah seklumit gambaran tentang perbedaan yang terjadi antara Sunni versus Mu’tazillah yang sangat mengerikan apabila pemerintahan ikut mem-back up dan memihak salah satu dari mereka. Kemudian pada pembahasan selanjutnya penulis akan mencoba memberikan contoh perkhilafan yang terjadi beserta dali-dalilnya. So stay there with me……!!!!
Sunni Versus Mu’tazillah
Kalau kita mau cermati lebih dalam, sebenarnya kedua sekte ini mempunyai titik temu dan niat yang sangat luhur, yaitu sama - sama ingin menjaga akidah umat dengan meletakan sifat-sifat yang patut buat Allah dan membuang semua yang tidak pantas bagiNya. Itu yang sementara penulis bisa tangkap. Namun semua berubah ketika sampai pada ranah politik praktis, mereka lupa satu hal yang jauh lebih penting dari segalanya yaitu persatuan umat islam sebagaimana firman Allah :
Lebih lanjut lagi, untuk mengekalkan akidah Mu’tazilah pada periode itu, al Ma’mun memberikan wasiat kepada saudara dia al Mu’tasim yang akan menggantikanya kelak untuk meneruskan apa yang dia yakini, kemudian berlanjut hingga pemerintahan al Watsiq bin al Mu’tasim(232 H). setelah al Mutawakil (247 H) naik tahta menggantikan al Watsiq, terjadi perombakan besar-besaran di tubuh pemerintahanya, banyak menteri-mentri yang di pecat, dan diganti dengan yang baru, para tahanan politik semisal Imam Ahmad bin Hambal di keluarkan dari penjara dan di beri kedudukan terhormat menjadi penasehat Khalifah. sampai - sampai al Mutawakil tidak akan mengankat gurbernur sebelum meminta pendapat dari Imam Ahmad bin Hambal. Kemudian sebagai bantuk simpatinya terhadap apa yang terjadi di masa lalu, al Mutawakil mengeluarkan mandat berupa larangan kaum muslimin belajar agama kecuali apa-apa yang ada pada al Quran dan al Hadist. Dan larangan menkaji dan membahas tentang “al Quran adalah makhluk”, hukumanya sangat berat bila ada yang melanggarnya . dan inilah akhir dari bencana dan cobaan yang di alami kaum muslimin. Khususnya golongan Sunni yang terpojokan dan teraniaya pada masa Kholifah al Mu’tasim sampe al Watsiq.
Itulah seklumit gambaran tentang perbedaan yang terjadi antara Sunni versus Mu’tazillah yang sangat mengerikan apabila pemerintahan ikut mem-back up dan memihak salah satu dari mereka. Kemudian pada pembahasan selanjutnya penulis akan mencoba memberikan contoh perkhilafan yang terjadi beserta dali-dalilnya. So stay there with me……!!!!
Sunni Versus Mu’tazillah
Kalau kita mau cermati lebih dalam, sebenarnya kedua sekte ini mempunyai titik temu dan niat yang sangat luhur, yaitu sama - sama ingin menjaga akidah umat dengan meletakan sifat-sifat yang patut buat Allah dan membuang semua yang tidak pantas bagiNya. Itu yang sementara penulis bisa tangkap. Namun semua berubah ketika sampai pada ranah politik praktis, mereka lupa satu hal yang jauh lebih penting dari segalanya yaitu persatuan umat islam sebagaimana firman Allah :
“Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”. (QS. Ali Imran : 103).
Penulis tidak akan terlalu panjang beretorika, karena semua itu akan membuang-buang waktu, kita mulai saja pembahasan kali ini dengan bacaan Basmalah.
Dalil – dalil ulama’ Sunni:
Dalil – dalil ulama’ Sunni:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya” (QS. Ar-Rum : 25).
dalam redaksi arabnya tertulis “Bi amrih” maksudnya ucapan atau kalam Allah .
”Alaa lahu al khalq wa al amr”. (QS.al-A’raaf : 54).
Al Khalq di sini bersifat umum, mencakup semua yang di ciptakan Allah. Dan tidak ada yang bisa membuang sifat keumuman di sini kecuali dengan dalil. Karena sebuah ucapan jika kalimat-kalimatnya menunjukan arti umum, maka kalam tersebut hakekatnya umum. Oleh karena itu ketika di ucapkan “alaa lahu al khalq” maksudnya semua makhluk, dan ketika mengatakan “Al amr” menunjukan makna lain yang bukan “khalq”. Kesimpulanya adalah “amrullah” bukan makhluk .
Dalil lain yang menunjukan al Quran bukan makhluk:
”Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)", maka jadilah ia.(QS. An-Nahl : 40).
Jika al Quran adalah makhluk maka akan menjadi obyek ucapan “kun fayaun”, dan ketika Allah berkata kepada kalimat “kun”, maka kalimat “kun” juga akan mempunyai ucapan, akhinya akan terjadi musalsal ata sesuatu yang tidak berujung. Dan semua itu mustahil bagi Allah .
“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. al- Kahfi : 109).
Kalau pena - pena menulis kalimat–kalimat Allah dengan lautan sebagai tintanya, niscaya lautan itu akan habis dan pena–pena itu patah sebelum menulis semua kalimat–kalimat Allah yang tidak akan habis dan rusak, sebagaimana ilmu Allah, kalau ada dzat yang kata–katanya habis maka otomatis dia akan diam. Kalau itu suatu hal yang mustahil bagi Allah, maka Allah senantiasa berfirman .
”Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." .
Bagaimana munkin al Quran itu makhluk, sedangkan nama–nama Allah ada didalam al Quran, kalau dipaksakan juga akan terjadi pemahaman, nama–nama Allah juga makhluk seperti keesaan Allah, ilmu Allah, kudrat Allah, dan lain–lain. Maha suci Allah dari semua itu.
Dalil–Dalil Ulama Mu’tazilah.
“wamaa ya’tii him mindzikrim min ar rahmaani muhdatsin”.(QS. asy - Syu’araa’ : 5 ) Mereka berkata, al dikzr dalam ayat tersebut adalah al Quran dengan dalil fiman Allah dalam ayat lain, “wahaadzaa dzikrum mubaarakun” (QS. al – Anbiyaa’ : 50 ). Dari kedu ayat ini jelas bahwa al dikr adalah muhdits atau baru, segala sesuatu yang baru pasti ada yang menciptakan. Dan segala yg di ciptakan adalah makhluk. Kesimpulnya al
Quran adalah mahkluk .
”kitabun unzila ilaika” (QS. al A’raaf : 2) al Quran dalam ayat ini di sifati unzila yang berarti di turunkan, sesuatu yang turun pasti mengalami perpindahan dari satu tempat ketempat lainya. Hal–hal yang mengalami kondisi seperti itu tidak bisa kita katakan qodim atau dahulu, sesuatu tersebut pasti hadits atau baru. Dengan demikian al Quran adalah makhluk .
”Allahu khaaliqu kulli syaii” (QS. ar Ra’d : 16). Menurut Mu’tazillah ayat ini mempunyai arti Allah menciptakan segala sesuatu. Dan al Quran bukan Allah, otomatis ia adalah makhluk. Karena masuk dalam keumuman ayat diatas .
”Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?” (QS. al Baqarah : 106) .
Mu’tazilah mengambil istifaadah dari ayat ini sebagai berikut :
Pertama : Kalam Allah jika kita katakan qodim maka nasikh atau mansukh secara otomatis juga qodim, dan itu hal yang mustahil. Sebab nasikh turun setelah masukh, segala hal yang turun belakangan tidak bisa kita katakan qodim. Begitu juga hal yang dihapus atau mansukh, tidak munkin punya sifat qodim.
Kedua : ayat di atas secara jelas menunjukan ada pembagian ayat, satu ayat lebih baik dari ayat lainya. Hal yang demikian tidak bisa kita katakan qodim.
Ketiga: firman Allah “alam ta’lam annallaha a’laa kulli syaiin qadiir” menunjukan bahwa Allah mampu mengapus ayat al Quran dan menggantinya dengan yang lebih baik, dengan demikian, segala sesuatu yang masuk dalam qadrat Allah dan berupa pekerjaan adalah muhdist.
Akar perselisihan antara Sunni dan Mu’tazilah
Khilaf yang terjadi antara Mu’tazilah yang mengatasnamakan diri sebaga ahli al adl wa tauhid, dan sunni yang berpegang teguh pada hadis–hadis atau ayat al Quran yang di fahami generasi soleh terdahulu atau lebih masyhur salaf as saaleh, terletak pada cara pandang mereka berdua mengenai sifat–sifat Allah.
Mu’tazilah berargumen sifat–sifat Allah sejatinya adalah dzat Dia sendiri. Allah mengetahu, berbicara, berkuasa dengan dzatNYA sendiri tanpa butuh sifat ilm, kalam, dan iradah atau sifat–sifat ma’aai lainya, yang merupakan di luar dzat Allah. Dengan kata lain, Mu’tazilah menafikan sifa–sifat ma’aani bagi Allah. Dasar mereka, jika sifat–sifat ma’aani ada pada dzat allah akan mengakibatkan tasybih dan ta’addud al qidam yang akan berujung pada penafian keesaan Allah. Maka dari itu, mereka mengatakan al Quran adalah makhluk .
Adapun ulama–ulama Sunni mempunyai pandangan lain bahwa sifat–sifat yang ada pada dzat Allah mempunyai kelaziman sifat yang disebut juga sifat–sifat ma’aani yang jumlanya ada tujuh (ilmu, iradah, qudrah, hayat, sam’un, basrun, kalam) . Allah mengetahui maka lazimnya harus ada sifat ilmu, Allah berkata otomatis harus ada kalam dan seterusnya. Menurut mereka sifat – sifat ma’aani punya hukum sebagai berikut :
- Bukan dzat Allah, dengan kata lain berdiri sendiri.
- Menyatu dengan dzat Allah.
- Semua sifat – sifat ini qodim, dan azali.
Di sinilah titik perbedaan diantara kedua kubu yang akan berujung pada cara pandang mereka terhadap al Quran, apakah ia makhluk atau tidak.
Poin–poin yang bisa kita jadikan renungan
- Tidak di temukanya hadis dari Nabi Muhammad shallahu alai wassallam, yang menyinggung tentang masalah al Quran adalah makhuk .
- Begitu juga pendapat–pendapat dari para sahabat Nabi, tidak pernah kita jumpai topik tentang al Quran itu makhluk.
- Sebelum munculnya ulama–ulama kalam, Al Quran dalam pandangan umat islam tak lain dan tak bukan adalah firman Allah yang mengandung mukjizat, di turunkan kepada Nabi Muhammad shallahu alai wassallam, pembenar atas ke-rasulannya dan hidayah buat umatnya, tidak pernah membahas apakah ia makhluk atau bukan.
- Tidak ada perbedaan diantara sekte–sekte umat islam mengenai al Quran adalah sifat kalam bagi Allah, Dia Mutakalim dengan kalam yang sesuai dengan keagungan dan kesempurnaNya, kalam Dia qodim sebagaimana dzatNya.
- Merekapun sepakat al Quran adalah cermin dari kalamullah yang qodim dan mereka ibaratkan dengan kalam al nafsi. Jika yang di maksud dari al Quran adalah ma’aani al nafsiyah yang ada pada dzat Allah maka mereka sepakat al Quran adalah qodim dan bukan makhluk.
- Mereka juga sepakat, tinta yang buat menulis mushaf, kertas dan kulit, juga bacaan, semuanya adalah makhluk.
- Dalam unkapan lafdzii bi al Quran makhluuqun mereka berbeda pendapat.
- Juga terjadi perbedaan besar mengenai huruf – huruf yang tersusun dalam al Quran. Ada yang mengatakan hadist ada yang mengatakan qodim.
Penutup
Perbedaan dalam pendapat itu suatu keniscayaan dan merupakan sunnatullah, karena kemampuan akal manusia itu terbatas dan tidak sama satu sama lainya. Kendati banyak sekali ayat–ayat al Quran yang mendorong kita untuk terus berfikir menggunakan otak kita, tapi ada area–area yang di luar nalar kita dan patut kita hindari. Semua pendapat ulama boleh kita ambil dan kita tinggalkan kecuali hadis Nabi kita Muhammad shallahu alai wassallam. Hanya Allah yang bersifat sempurna. Mari jadikan perbedaan ini sebagi karunia Allah yang harus kita sukuri. Wa aakhiru da’waanaa an al hamdulillah rabbi al aalamin.
Oleh: H. Budi Afief
+ comments + 1 comments
Best Gambling Sites in the UK 2021 - DRMCD
Gambling sites are not only 안양 출장마사지 one-stop-shop for legal sports betting, but they also 양주 출장마사지 offer the chance to wager 대전광역 출장안마 on sports online through the 보령 출장샵 online 남양주 출장마사지 gambling and