Memang tidak seperti biasanya, agenda pada malam hari ini dilaksanakan pukul 21.00 Clt. keterlambatan pelaksanaan kegiatan ini disebabkan karena tempat domisili Penceramah dan lokasi kegiatan relatif jauh. Belum lagi bus 3 jim, 24 jim, atau 80 coret yang biasa ia tumpangi tak kunjung datang menghampiri. Namun alhamdulillah dengan pertolongan Allah dan kesemangatan yang menggebu akhirnya Penceramah yang notabene aktifis ini hadir dilokasi pada pukul 20.45.
Dalam orasinya, Penceramah menjelaskan secara gamblang tentang kontroversi penetapan awal ramadlan atau ied al fitr beserta dalil-dalil dari kubu yang sering berseteru dalam pandangan mereka. Dari sisi lain Penceramah begitu prihatin tentang indikasi kontroversi ini pada masyarakat awwam. Akar permasalahan yang menyebabkan perbedaan pendapat menurut Penceramah adalah interpretasi yang berbeda pada hadits " shumu liru'yatihi wa afthiru liru'yatihi, fa in ghumma 'alaikum faqduru lah ", dalam riwayat lain " fa akmilu al 'iddah tsalatsin " , dan ada juga riwayat " fa akmilu 'iddata sya'ban tsalatsina yauman ". Sehingga salah satu kubu bertendensi bahwa penetapan awal ramadlan atau syawwal dengan ru'yah. Sementara kubu yang lain berpendapat bahwa penetapan awal ramadlan yang valid dizaman sekarang dengan menggunakan hisab. Menanggapi sanggahan dimasa nabi tidak ada hisab, kubu ini menjawab karena dimasa nabi belum begitu banyak orang yang bisa hitungan. Sedangkan dizaman sekarang ilmu astronomi begitu maju. Menganalisa argumen kubu yang kedua tentang belum majunya ilmu astronomi beberapa abad silam, Penasehat kedua FAS Ust. Ahmad Aniq Munir, Lc. memberikan pernyataan yang berbeda. Menurut ustadz yang asli dari Jepara ini, sesungguhnya bangsa Arab pada masa itu sudah maju ilmu astronominya.
Selain ceramah, ustadz yang berasal dari Blora ini, menulis makalah yang menarik. Makalah yang diberi judul "Kontroversi Metodologi Ru'yah dan Hisab" ini, mendapat apresiasi dari Penasehat pertama FAS Ust. Machmudi Muhshon, MA. Karena analisa yang ada dalam makalah ini tepat untuk diterapkan dimasa sekarang, kata penasehat yang sedang menyelesaikan program S3 ini. Esensi dari analisa penceramah adalah antara ru'yah dan hisab dalam konteks Indonesia harus seiring sejalan. Kalau memang hisab valid, maka harus dibuktikan kebenarannya dengan ru'yah, begitu pula sebaliknya.
Agenda acara kelihatan semarak walaupun tidak begitu banyak peserta, karena Sdr. Abdullah Farid, Sdr. Fathul Mannan, dan Sdr. M. Irhas Darojat turut memberikan pertanyaan yang menarik. Hadir pula pada kesempatan ini, simpatisan FAS. Sdr. Arief Choiruddin dan Sdr. Umam maba yang berasal dari Mranggen, Jateng. Dan alhamdulillah acara berjalan lancar dan selesai ditutup Sdr. Sholeh Taufiq.
Reporter: Sholeh Taufiq
Selain ceramah, ustadz yang berasal dari Blora ini, menulis makalah yang menarik. Makalah yang diberi judul "Kontroversi Metodologi Ru'yah dan Hisab" ini, mendapat apresiasi dari Penasehat pertama FAS Ust. Machmudi Muhshon, MA. Karena analisa yang ada dalam makalah ini tepat untuk diterapkan dimasa sekarang, kata penasehat yang sedang menyelesaikan program S3 ini. Esensi dari analisa penceramah adalah antara ru'yah dan hisab dalam konteks Indonesia harus seiring sejalan. Kalau memang hisab valid, maka harus dibuktikan kebenarannya dengan ru'yah, begitu pula sebaliknya.
Agenda acara kelihatan semarak walaupun tidak begitu banyak peserta, karena Sdr. Abdullah Farid, Sdr. Fathul Mannan, dan Sdr. M. Irhas Darojat turut memberikan pertanyaan yang menarik. Hadir pula pada kesempatan ini, simpatisan FAS. Sdr. Arief Choiruddin dan Sdr. Umam maba yang berasal dari Mranggen, Jateng. Dan alhamdulillah acara berjalan lancar dan selesai ditutup Sdr. Sholeh Taufiq.
Reporter: Sholeh Taufiq