GANTI FONT BLOG INI!

Merenungkan Kembali Hikmah Isra Mikraj

Oleh: Aang Asy'ari

Isra mikraj bukan hanya sebentuk cerita yang selesai begitu saja tanpa makna tersisa dengan kembalinya Nabi Muhamad Saw ke bumi. Kisah ini masih banyak menyimpan nilai-nilai yang perlu digali, direnungkan, diteladani kemudian diaktualisasikan dalam ranah nyata sebagai gerakan sadar sejarah dan kebangkitan peradaban umat Islam, khususnya terkait dengan nasib masjid al-Aqsha (tempat berakhirnya Isra) dan penderitaan saudara kita di Palestina yang hari demi semakin menderita akibat kekejaman penjajahan bangsa Israel.

Di sisi lain, seyogyanya Isra Mikraj tidak hanya dimaknai bahwa Nabi Kita pernah melakukan perjalanan yang sanggup mengguncang iman seseorang, lalu diperlihatkan tentang betapa agung dan luar biasanya kekuasaan Allah Swt. Lebih dari itu, kalau kita jeli membaca dan merenungkan rentetan momen-momen yang terjadi di tengah-tengah antara Isra dan Mikraj, maka kejadian ini sebetulnya mengandung hikmah dan isyarat Tuhan tentang posisi dan potensi sesungguhnya Nabi Muhamad dan umatnya: betapa Nabi Muhamad dipersiapkan Allah Swt sebagai pemimpin seluruh umat dan pewaris terakhir kenabian dan umatnya di jadikan sebagai umat terbaik.

Perjalanan Isra: dari masjid al-Haram (di Mekah) ke masjid al-Aqsha (di Palestina), kemudian saat di masjid al-Aqsa Nabi didaulat menjadi imam shalat jama'ah yang makmumnya terdiri dari para Nabi terdahulu, semua ini menunjukan ada proses peralihan estafet kepemimpinan sekaligus pengakuan sadar bahwa Nabi Muhamad merupakan pemegang tongkat kepemimpinan dari generasi terdahulu dan generasi yang akan datang. Shalat jama'ah ini juga menunjukan bahwa misi dakwah para nabi itu satu yaitu: sama-sama mengajak beriman kepada Allah Swt yang Maha Esa. Kejadian ini juga sebagai tanda bahwa Islam adalah agama samawi penutup. Karena Islam ditahbiskan sebagai agama terakhir, maka sebagai konsekuensi logisnya nilai-nilai Islam dijamin akan selalu relevan dan kompatibel dengan kemajuan zaman.

Awal Mula Isra
Perjalanan spiritual ini terjadi pada saat Nabi dan umat Islam sedang mengalami tekanan psikologis dan fisik yang luar biasa sakit. Selama tiga tahun (mulai 7 Muharam tahun ke-7 - semenjak diangkat jadi Nabi- sampai tahun ke-10) Nabi dan pengikutnya diembargo oleh kaum musyrik Mekah, baik secara ekonomi, maupun sosial-politik. Masa gembira karena berakhirnya embargo tak berlangsung lama, karena enam bulan kemudian, tepatnya bulan Rajab, pamannya, Abu Thalib, pembela setia dan selalu menjaga bahkan memperkuat daya tawar politik Nabi di hadapan kaum musyrikin, wafat. Lima puluh hari kemudian, tepatnya bulan Ramadhan, istri tercintanya Sayidah Khadijah yang selalu setia mensuport, melayani dan mendengar keluh kesah Nabi dengan penuh kasih sayang juga wafat. Lengkaplah sudah kesedihan Nabi. Dua pelindung utamanya telah tiada hampir dalam waktu yang bersamaan. Maka umat Islam menamakan tahun ini sebagai tahun penuh duka (amul huzni).

Tapi kekuatan iman dan keyakinannya akan pertolongan Allah Swt. tidak membuat musibah di atas menggoyahkan perjuangan dakwahnya. Beliau tetap survive! Masih pada tahun kesepuluh dari pengangkatannya sebagai Nabi, tepatnya bulan Syawal, Nabi bersama Zaid bin Haritsah membuat keputusan berani pergi ke Thaif untuk mencari lahan dakwah baru. Tapi tak ada satupun yang mau masuk Islam! Bahkan secara terencana, Nabi dilempari batu dan terluka parah, kedua kakinya berlumuran darah, begitu juga Zaid bin Haritsah, kepalanya berdarah akibat lemparan batu. Tapi yang lebih menyakitkan Nabi adalah sumpah serapah dan caci-maki yang kebablasan dari penduduk Thaif. Nabi akhirnya bersimpuh, mengadu pada Allah Swt, bahwa dirinya begitu lemah tak berdaya:(Ya Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahan kekuatanku, kekurangan siasatku dan kehinaanku di hadapan manusia. Engkau Yang Paling Pengasih, Engkau adalah Tuhannya orang-orang lemah, Engkaulah Tuhanku, kepada siapa hendak Kau serahkan diriku? Kepada orang jauh yang bermuka masam kepadaku, ataukah musuh yang akan menguasai urusanku? Aku tidak peduli asalkan Engkau tidak murka kepadaku, sebab sungguh teramat luas rahmat yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung dengan DzatMu yang menyinari segala kegelapan dan yang karenanya urusan dunia dan akhirat menjadi baik, agar Engkau tidak menurunkan kemarahanMu kepadaku atau murka kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku hingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan kekuatan selain denganMu)

Untuk menghibur, meyakinkan kebenaran visi Nabi dakwah selama ini dan mengingatkan kembali bahwa beliau tidak sendiri dalam berjuang: ada Allah Swt dibelakang Nabi, di perjalankanlah beliau sampai menuju Sidratul Muntaha. Di dalam perjalanan itu Nabi disambut hangat oleh penduduk langit ditunjukan kebesarannya, bahwa kalau di bumi beliau dicaci-maki, maka sebaliknya penduduk langit gegap-gempita menyambutnya. Diperlihatkan pada Nabi betapa segenap jagad raya ini tak ada apa-apanya dihadapan Allah Rabul 'alamin.

Menurut saya, demi memperkuat keyakinan keimanan sampai pada tahap tertinggi, kejadian Isra Mikraj adalah keniscayaan bagi seseorang yang dipersiapkan akan dijadikan pemimpin seluruh alam. Dengan kejadian ini Nabi tidak hanya iman kepada Allah secara teori tapi juga disertai data empiris. Maka penghayatan dan pengakuan keimanan Nabi pada al-Khaliq adalah yang tertinggi diantara makhluk Allah Swt.

Sementara bagi muslimin hikmahnya adalah bahwa kejadian ini sebagai ujian atas keteguhan iman mereka: percayakan mereka dengan kejadian Isra dan Mikraj? Mungkinkah Mekah-Palestina (-+1500 k.m) plus ke Sidratul Muntaha ditempuh dalam sepenggal malam? Padahal masa itu Mekah-Palestina kalau ditempuh dengan menggunakan onta tidak kurang dari satu bulan lamanya. Menanggapi kejadian ini, menurut Ibnu Katsir, sikap orang Islam terbelah dua, ada yang kembali murtad, dan ada yang malah semakin tebal imannya.

Pro Kontra Seputar Isra Mikraj
Detail kejadian seputar Isra Mikraj, baik menyangkut tanggal, bulan dan apakah diperjalankannya Nabi dengan jasadnya atau hanya ruhnya saja dan kejadian lainnya memang masih menyisakan pro-kontra. Tapi dalam konteks keimanan, asal kita masih percaya bahwa pernah ada prosesi Isra, maka perdebatan ini tidak menggangu keimanan kita. Artinya yang paling penting adalah memetik substansi dan makna yang bisa kita terapkan dalam hidup kita. Beberapa isu yang akan diangkat di sini hanya sebagai pengayaan wacana dan pengetahuan saja.

Betulkah Isra terjadi pada bulan Rajab tanggal 27?
Menurut Ibn Ishaq, Isra terjadi tahun ke-10 (dari sejak diangkat jadi Nabi). Menurut az-Zuhri dan 'Urwah kejadianya setahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Menurut Ismail as-Sudi terjadinya enam bulan sebelum hijrah. Sedang menurut al-Hafidz Abd. Ghani bin Surur al-Muqadasi Isra Mikraj terjadi pada tanggal 27 bulan rajab. Dan pendapat terakhir ini yang diambil oleh umat Islam sekarang dan dirayakan.

Apakah Isra dan Mikraj Nabi dilakukan dengan ruh saja atau sekaligus dengan jasad?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa Isra Mikraj dilakukan dengan tubuh dan ruh Nabi. Justru disinilah letak mukjizatnya. Selain itu kalimat bi'abdihi yang terdapat dalam surat al-Isra semakin mengukuhkan bahwa kejadian itu dilakukan dengan ruh dan jasa Nabi. Karena dalam al-Qur'an dan leksikal Arab kata abdun, selalu menunjuk pada ruh dan jasad secara bersamaan.
Kenapa harus ke Baitul Maqdis dulu, tidak langsung saja dari Haram ke Sidratul Muntaha?
Ini menujukan bahwa Baitul Maqdis sangat penting posisinya dalam agama Islam. Ia adalah kiblat pertama umat Islam. Kurang lebih 13 tahun lamanya Nabi Shalat menghadap Baitul Maqdis. Ia adalah salah satu dari 3 masjid yang wajib dikunjungi ketika kita bernazar untuk menziarahinya. Pahala beribadah di sana sama dengan 500x lipat beribadah ditempat lain (selain masjid al-Haram dan masjid Madinah). Masjid al-Aqsha juga adalah tempat para nabi dikuburkan, sehingga Imam Syafi'i, suatu ketika pernah berkata, "saya sangat suka beri'tikaf di masjid ini, lebih dari masjid manapun," kemudian ketika ditanyakan alasannya, beliau menjawab, "disinilah tempat berkumpul dan dikuburkannya beberapa Nabi."

Bagaimana hukum orang yang tidak mempercayai Isra Mikraj?
Ulama dalam hal ini membedakan antara hukum tidak mempercayai Isra dan hukum tidak mempercayai Mikraj. Bagi orang yang tidak mempercayai Isra, hukumnya kafir karena kejadian itu sudah di nash dalam al-Qur'an dengan sangat gamblang dan tak menerima lagi kemungkinan takwil (qat'iyu ats-tsubut wa ad-dilalah). Sementara orang yang tidak mempercayai Mikraj hukumnya fasik. Kenapa? Karena kejadian mikraj hanya berdasarkan pada al-Qur'an (an-Najm:13-18) yang tidak tegas dilalahnya (qat'iyu ats-tsubut wa zdhani ad-dilalah) dan berdasarkan hadis-hadis sahih tapi tidak sampai pada derajat mutawatir.

Hikmah Isra Mikraj Dalam Konteks Kekinian
Pertama, setiap kita memperingati Isra Mikraj hendaknya jangan hanya diposisikan sebagai telah terjadinya sebuah kisah luar biasa belaka, tetapi mesti diletakan dalam konteks perenungan untuk diambil hikmah dan semangatnya, kemudian dijadikan sebagai pemicu kebangkitan peradaban umat Islam.

Kedua, Peringatan Kejadian ini hendaknya memicu semangat persatuan, konsolidasi dan solidaritas umat Islam diseluruh dunia, khususnya untuk membantu rakyat Palestina terlepas dari penderitaan yang sekarang ini memasuki babak baru yang sangat menyedihkan dan memalukan, yaitu perang saudara antara Hamas dan Fatah. Tidak ada yang menguntungkan dari pertikaian ini kecuali membuat rakyat Palestina makin menderita. Pada saat yang sama dibelahan dunia Islam lain perang saudara di Irak, Afganistan, Sudan dan lainnya juga masih panas berkecamuk. Masih belum cukupkah bagi kita untuk segera bangun dan bangkit mengejar ketertinggalan hampir disemua bidang ini?

Ketiga, Hal penting lain dari Isra Mikraj adalah diwajibkannya menunaikan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Tidak seperti puasa, haji, zakat dan ibadah lainnya yang kesemuanya diwajibkan dibumi melalui wahyu via Malaikat Jibril, shalat diwajibkan langsung oleh Allah Swt saat Nabi masih dilangit. Ini menunjukan betapa posisi shalat punya nilai khusus dimata Allah Swt. Shalat adalah media mikraj muslim pada Allh Swt. Maka tak heran shalat yang baik, yang berkualitas, yang dibarengi kebersihan jiwa akan sanggup menciptakan kondisi sosial yang kondusif, karena bisa mencegah berbagai bentuk kemunkaran. Jadi Islam saja, shalat saja tidak cukup untuk mencegah kemunkaran, korupsi, nepotisme, kekerasan, tapi harus dibarengi perenungan, kebersihan jiwa, aktualisasi dan keikhlasan. Intinya, tekad setiap individu muslim untuk berusaha menciptakan shalat berkualitas sangatlah penting dalam sistem tarbiyah kejiwaan kita. Karena efek jangka panjangnya dapat mengontrol perilaku sosial umat Islam. Wallahu 'alam bi as-Ashawab.
Share this article :
 
 
Support : Dimodifikasi oleh | masmuafi |
Copyright © 2013. MEDIA FAS MESIR - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger