Selain mu’jizat dari aspek teknologi, Ust. Budi juga menyinggung tentang mu’jizat al-Qur’an dari aspek perbendaharaan bahasa dan sastra. Salah satu contoh yang diambinyal adalah perbedaan antara redaksi “jalasa” dan ”qa’ada”, yang mana keduanya sama-sama berarti duduk. Namun, duduk yang dikehendakin dalam redaksi “jalasa” dan “qa’ada” itu berbeda; jika “qa’ada” berarti duduk setelah sebelumnya berdiri, sedangkan “qa’ada” berarti duduk setelah sebelumnya tidur atau sejenisnya.
Selain dua bahasa tersebut, ia juga memaparkan tentang perbedaan dua redaksi “qadara” dan “istatha’a” atau “thaqa”. Menurutnya, jika “qadara” adalah sebuah kemampuan tanpa beban di luar kemampuan manusia, sedangkan “istatha'a” atau “thaqa” berarti sebaliknya. Selanjutnya, ia juga menyinggung tentang redaksi “sami’ yang dalam al-Qur’an pasti berbentuk singular atau mufrad sedangkan “abshar” pasti berbentuk plural atau jama’. “Hal itu disebabkan pada suatu kesempatan penglihatan boleh berbeda-beda, tapi pendengaran akan selalu tetap satu dan sama.” jelasnya.
Kesempatan selanjutnya moderator mempersilahkan pembicara kedua, Ust. M. Mu’afi Himam. Pada malam itu ia mengambil tema “Pemerataan Pendidikan Solusi Terbaik?”.
Secara antusias, Ust. Mu’afi menjelaskan secara runut tentang pendidikan dan pengajaran. Pada dasarnya, pendidikan dapat diartikan sebagai pembangunan karakter seseorang sejak lahir hingga dewasa. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai pembekalan jiwa dengan nutrisi agama serta tata cara bermasyarakat. Sedangkan pengajaran sendiri adalah aktivitas nyata, mengajarkan pengetahuan (transfer kenowledge) teknologi dan ketrampilan serta meningkatkan kecerdasan dan pengendalian emosi, sehingga seseorang mampu survive di dalam kehidupan. Menurutnya, masih banyak pola pengajaran di Indonesia yang tidak disertai pendidikan sehingga yang didapatkan anak didik dari sistem itu hanya kebrutalan seperti yang banyak terjadi.
“Seseorang tidak akan pernah mendapatkan jati dirinya jika hanya menekankan pembelajaran” tuturnya, setelah memberikan sekian banyak fakta di Indonesia.
Kesempatan ketiga diberikan kepada Ust. Abdullah Farid, dengan membawakan tema “Sastra dan Cakupannya Yang Luas”. Anggota FAS Mesir yang menekuni dunia seni biola ini memberikan orasi sesuai ketentuan Departemen Pendidikan FAS Mesir. Ada beberapa alasan mengapa ia memilih tema ini, salah satunya menyinggung tentang anggapan masyarakat umum tentang sastra sebagai sebuah disiplin yang tidak mempunyai peran signifikan dalam kehidupan. “Sastra diartikan secara sempit oleh khalayak dan dianggap sebagai sebuah disiplin yang tidak dapat memberikan solusi apapun dalam berbagai problematika di Indonesia. Padahal, jika ditelaah lebih jauh, sastra mempunyai andil besar dalam menciptakan solusi” paparnya dengan gaya khas.
“Makna sastra itu sangat luas. Menurut Aristoteles, sastra merupakan suatu karya untuk menyampaikan pengetahuan yang memberikan kenikmatan unik dan memperkaya wawasan seseorang tentang kehidupan." imbuhnya.
Setelah masing-masing pembicara memberikan orasi, sesi selanjutnya dialog interaktif dan evaluasi. Sedianya, acara ini diisi oleh 5 pembicara. Namun 2 pembicara lainnya tidak dapat hadir dikarenakan beberapa sebab. Setelah jam menunjukkan pukul 11.45 AM, acara segera diakhiri dengan pembacaan doa. [Nurul Ahsan]