GANTI FONT BLOG INI!

Perpecahan Kelompok Dalam Islam; Rahmat (Progres) atau Niqmat (Regresi) kah?

wordpress.com

I. Kerangka perpecahan dalam tubuh Islam.

Sebagai mana kita ketahui bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah agama yang rahmat bagi seluruh alam. tak pelak beliau membawa umatnya kala masa hayatnya dalam revolusi besar-besaran untuk membebaskan bangsa Arab dari cengkraman keji monarki romawi di seantero jazirah Arab. Dengan segala kearifan putusan-putusannya, beliau berhasil mempersatukan umat pada saat itu.

Seklumit gambaran sejarah ini Semestinya menjadikan umat islam lebur dalam euforia persatuan. Dan seyogiyanya menggiring mereka untuk rapatkan barisan di bawah bendera yang satu (baca : Islam). meski beriring dengan sangat menonjolnya gengsi persukuan dalam tabiat mereka, kala itu.

Tapi bagaimanapun usaha itu memang hanya polesan bedak tebal dan gincu yang merah merona di atas bibir belaka. Mercusuar yang terang malah justeru memberikan jalan yang lebar pada perbedaan yang menjurus pada perpecahan. Bahkan perseteruan itu tidak hanya di atas kertas atau dialektika sehat layaknya kelompok diskusi. Akan tetapi sudah menjalar dalam tatanan praksis; perang.

Sangat layak jika kita kembalikan pada fitrah manusia yang tidak akan mampu memaksakan diri untuk mengikatkan tali di leher mereka untuk dikaitkan pada tiang yang satu(bersatu;islam). Terbukti, The Holy Qur’an pun telah sangat jelas menyatakan pada beberapa ayat di dalamnya. Di antaranya berbunyi: “Dan manusia itu dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidak karena suatu ketetapan yang telah ada dari tuhanmu, pastilah telah diberi keputusan (di dunia) di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu” (QS. Yunus. 19). Dan yang lebih menyalak, Allah pun menjauhkan ekspektasi bersatunya umat dengan firmannya yang berbunyi: “Dan jika tuhanmu menghendaki, tentu dia ajdikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih” (QS. Hud. 118).

Kedua ayat tadi digubah menjadi lebih spesifik dalam hadits nabi. Beliau bersabda: “telah pun terpecah-belah Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan. Dan telah pun terpecah-belah Nasrani menjadi tujuh puluh dua golongan. Pun akan terpecah-belah umatku menjadi tujuh puluh tiga golongan” ( banyak para pakar hadits yang menyatakan kesahihan riwayat ini. Salah-satunya Imam Fakhru al Râzî).

II. Dalam Koridor Politik, Islam Terpecah-Belah.

Pada masa yang tidak begitu jauh setelah wafatnya Nabi. Meluncurlah anak-anak panah perpecahanan umat yang telah lama ditahan di tarikan tali busur panah lambang supremasi persatuan umat(Islam) di permukaan seantara para sahabat-sahabat nabi. Bahkan tanpa sungkan lagi para kubu diantara mereka lantang menyuarakan perbedaan mereka perihal pengganti Nabi di singgasana teratas dalam dunia(kerajaan) islam.

Pada saat prosesi pemakaman Nabi Muhammad SAW yang langsung dikomandoi langsung oleh menantu sepupu beliau Ali bin Abu Thalib, dan paman beliau Abbas bin Abdul muthalib. Mencuat ke permukaan, bahwa pergerakan perebutan posisi pucuk pimpinan islam mulai menyeruak keras.

Pertama: Kaum Anshar mengadakan pertemuan yang bertempat di bangsal Bani Sa’d, muncullah kesepakatan bahwa mereka membentuk fraksi yang mendukung Sa’d bin Ubadah –orang terpandang di suku Khazraj- sebagai calon khalifah penerus Nabi.

Kedua: Kaum mayoritas dan Muhajirin berkoalisi untuk mendapuk Abu bakar al Shidiq sebagai pemegang tongkat estafet keberlangsungan kepemimpinan umat islam. Dengan yel-yel keras bersuara: “Nabi telah ridha(mendukungpelimpahan kepemimpinan islam) kepadanya(Abu Bakar). Dan kami pun ridha(mendukung)kepada(kepemimpinan)nya”. Seraya beranggapan bahwa mereka termasuk para pemeluk agama islam di awal kemunculannya. Dan mempunyai kesukuan yang sama dengan Nabi Muhammad SAW.

Ketiga: sahabat Ali bin Abu Thalib beserta pengikut setianya pada waktu itu masih disibukkan dengan pemakaman Nabi Muhammad SAW. Sehingga desas desus peralihan kepemimpinan itu pun terlewatkan oleh mereka. Semestinya mereka telah mempersiapkan Ali untuk memimpin umat islam.

Dua kelompok pertama akhirnya sepakat mengangkat Abu Bakar menjadi Khalifah pertama dalam sejarah Islam. Akan tetapi Ali dan pengikut fanatiknya awalnya tidak menerima keputusan tersebut dan menolak mengakui Abu Bakar sebagaio Khalifah. Berbentur dengan kekuatiran akan rutuhnya islam. Akhirnya Ali pun bersedia mengakui kekhalifahan Abu Bakar dengan berjabat tangan sebagai simbol kelegawaan.

Agaknya memang sudah mulai tercium aroma busuk perpecahan di tubuh Islam pada awal-awal masa setelah wafatnya Nabi Muhammad, dengan terbaginya suara pemilih Khalifah menjadi tiga kekuatan. Dan hal ini pun berlanjut pada masa kekhalifahan Usman bin Affan yang juga biasa disebut dengan masa Tabiin initelah terjadi pergesekan politis yang mengincar singgasana Usman bin Affan.

Ada dua kubu besar yang bersekongkol yaitu Yahudi Dan Persi yang merasa terlindas oleh kekuatan Islam dan solidnya kekhalifahan pada masa itu. Untuk mengganbungkan kekuatan yang bergerak secara under ground. Dengan cara memanfaatkan sebagian pembesar Umawiyyah tanpa sepengetahuan Usman. Di bawah komando Abdullah bin Saba’, seoarang Yahudi dari Yaman. Yang menyamar sebagai orang islam.

Persekongkolan inpun mampu menyulut api perpecahan dengan mengompor-ngompori warga Mesir, dan Iraq untuk menuntut kejatuhan Rezim Usman. Terjadilah pembunuhan terhadap Usman.dan merekapun langsung mengusung Ali bin Abu Thalib sebagai penggantinya. Karena sebagian Sahabat berpendapat dan ber’tasyayyu’’ bahwa hanya Ali lah yang paling pantas setelah sepeninggal Nabi untuk memimpin umat yang beragama islam ini.

Bertepatan pada tahun 37 H./ 657 M. terjadilah perang saudara yang mempertemukan Ali bin Abu Thalib bersama pasukannya dengan Muawiyah bersama tentaranya. Dalam gelaran perseteruan yang bertajuk “Shiffin”. Ketika hampir saja Ali merengkuh kemenangan yang sudah di depan mata, mencuatlah wacana “Tahkim’ yang diprakarsai oleh Amru bin al Ash, dengan melandaskan Hukum pada Al Qur’an, bukan pada Pedang. Atas peristiwa inilah kitab Al Qur’an pun diangkat atas tombak. Demi gencatan senjata.

Sebagian partisipan perang saudara ini tidak menyetujui ide “Tahkim” ini, kebanyakan dari Bani Tamim, dengan berujar: “tidak ada hukum sama-sekali pun kecuali hukum Allah”. Yang langsung membuat kuping Ali memerah hingga beliau mengabarkan bahwa kalimat itu memang benar, akan tetapi sarat dengan muatan politis.

Pihak oposisi inipun berkumpul lalu pergi menuju Harura’, tidak jauh dari kufah. Kemudian Ali pun membuntutinya dan setelah menemukan keberadaan mereka, beliau pun berkhotbah, pada satu kesempatan beliau mempertanyakan alas an mereka untuk walk out dari kesepakatan atas wacana “tahkim”, dengan lantang mereka pun menjawab: “seseungguhnya kita telah berbuat dosa-besar(“Tahkim”) maka kita pun bertobat kepada Allah(dengan membelot dari tahkim)”.
Dan atas dasar kejadian inlah pembelotan besara-besaran terjadi setelah sepeninggal Ali bin Abu Thalib meninngal dunia muncullah sebuah kekuatan baru yang termasyhur dengan julukan al Khawarij. Dan berlanjut dengan munculnya Syi’ah setelah itu.

III. Petikan Buah Dari Perpecahan Di Tubuh Islam

Dari penggalan sejarah kerangka perpecahan inilah kita bias mengambil hikmah bahwa memang sudah tabiat itu berbeda, akan tetapi hal yang menyesalkan adalah perpecahan antara para sahabat itu sendiri. Yang semestinya masih bisa bersatu dalam perbedaan, dan berbeda dalam persatuan.

Hal ini tentu sangat bertentangan dengan Hadits Nabi: “Perbedaan dalam umatku adalah Rahmat”. Karena esensi makna perbedaan(ikhtilaf) tidak ada kesinoniman perpecahan(iftiraq). Logikanya perbedaan masih dalam persatuan meskipun beda. Kita ketahui bahwa perbedaan dalam madzhab fikih atau teologi-tidak menjurus kepada pengkafiran frontal- ataupun dalam bidang ilmu yang lain bukanlah pemicu perpecahan pada basicnya. Melainkan permainan politik yang menggeretnya.

Dalam kacamata pandang penulis perpecahan yang didasari pada alasan politis bukanlah perbedaan yang penuh dengan rahmat seperti sabda nabi. Akan tetapi merupakan sebuah bencana(niqmat) besar yang menggeret umat pada keterpurukan.

Berbeda dengan perbedaan dalam keilmuan, karena dengan perbedaan itulah khazanah keislaman menjadi sangat kaya raya, penuh dinamika dalam pemikiran dan paradigmanya mencakup hingga luas. Dan juga perbedaan ini kecil kemungkinannya menyulut api perpecahan dalam islam.Wallahu A’lam.

Muhammad Shofy.
Kairo 10/08/2011.
 

FAS Mesir Peringati Haul Masyayikh Sarang

Untuk menumbuhkan rasa hormat dan mengenang jasa para masyayikh Pondok Pesantren Sarang, FAS (Forum Alumni Sarang) Mesir mengadakan haul (13/08/2011) bertempat di kediaman Ust. Machmudi Muhson, MA. Hay Sadis, Nasr Ciry. Acara yang dikemas dalam bentuk sederhana ini tampak berjalan begitu khidmat. Tamu udangan dari beberapa almamat juga ikut memenuhi ruangan dan menambah suasana semakin hidup. Hingga di tengah-tengah berjalannya acarapun masih ada sejumlah tamu yang masih berdatangan.

Rangkaian seremonial dipandu oleh Nihlatin Wafiroh, satu-satunya anggota FAS Mesir putri. Rangkaian itu meliputi khataman al-Qur’an, pembacaan tahlil, sambutan panitia penyelenggara, mauidzah hasanah dan do’a.
Dalam haul kali ini FAS Mesir mendapatkan penghargaan dengan adanya salah seorang tamu, H. Abdul Khaliq, bersuka rela mempersembahkan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an dengan suara emasnya. Sebuah fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Beberapa saat setelah sambutan panitia dan pembacaan tahlil, Ust. Machmudi Muhson memberikan mauidzah hasanah. Dalam kesempatan ini beliau membicarakan tentang legalitas hukum haul dalam perspektif Al-Qur’an dan Hadis. Menurutnya, tema ini diangkat lantaran banyaknya orang Islam mempermasalahkan hukum haul dan tahlil sembari mengklaim sebagai prilaku keagamaan menyimpang dan tentunya perlu diluruskan. Padahal, nabi juga melakukan kunjungan ke makam para syuhada setiap tahunnya untuk mengenang jasa mereka.

“Demikian juga yang kita lakukan hari ini sebagai sesuatu yang pernah dilakukan nabi, untuk mengenang orang-orang yang pernah berjasa” jelasnya.

Ada yang unik dalam menyampaikan tausiyah yang disampaikan Ust. Machmudi Muhson kali ini. Beliau hanya menggunakan kata ganti (dlamir) ‘mereka’ tatkala menyebut orang-orang kontra-haul dan kontra-tahlil. Sebuah sikap yang patut diteladani. [Nurul Ahsan]
 

Ceramah Pertama Tentang Mu'jizat Al-Qur'an, Pendidikan dan Sastra

Ceramah bagian pertama berjalan lancar sesuai agenda. Malam itu ada 3 pembicara yang memberikan konfirmasi tentang kesanggupannya menyampaikan orasi. Pembicara pertama, Ust. Budi Afief, Lc. membawakan tema “mu’jizat al-Qur’an” (I’jaz al-Qur’an). Dalam elaborasinya, ia mengatakan tidak akan habisnya mu’jizat al-Qur’an sampai hari kiamat. Ada banyak mu’jizat yang pada periode nabi tidak logis justru relevan pada era sekarang, semisal perintah Allah kepada manusia untuk membuat sayap lalat. Realitanya, manusia hanya mampu modifikasi dari bentuk ciptaan Allah, bukan kreasi baru, sebagaimana tantangan-Nya dalam al-Qur’an.

Selain mu’jizat dari aspek teknologi, Ust. Budi juga menyinggung tentang mu’jizat al-Qur’an dari aspek perbendaharaan bahasa dan sastra. Salah satu contoh yang diambinyal adalah perbedaan antara redaksi “jalasa” dan ”qa’ada”, yang mana keduanya sama-sama berarti duduk. Namun, duduk yang dikehendakin dalam redaksi “jalasa” dan “qa’ada” itu berbeda; jika “qa’ada” berarti duduk setelah sebelumnya berdiri, sedangkan “qa’ada” berarti duduk setelah sebelumnya tidur atau sejenisnya.

Selain dua bahasa tersebut, ia juga memaparkan tentang perbedaan dua redaksi “qadara” dan “istatha’a” atau “thaqa”. Menurutnya, jika “qadara” adalah sebuah kemampuan tanpa beban di luar kemampuan manusia, sedangkan “istatha'a” atau “thaqa” berarti sebaliknya. Selanjutnya, ia juga menyinggung tentang redaksi “sami’ yang dalam al-Qur’an pasti berbentuk singular atau mufrad sedangkan “abshar” pasti berbentuk plural atau jama’. “Hal itu disebabkan pada suatu kesempatan penglihatan boleh berbeda-beda, tapi pendengaran akan selalu tetap satu dan sama.” jelasnya.

Kesempatan selanjutnya moderator mempersilahkan pembicara kedua, Ust. M. Mu’afi Himam. Pada malam itu ia mengambil tema “Pemerataan Pendidikan Solusi Terbaik?”.

Secara antusias, Ust. Mu’afi menjelaskan secara runut tentang pendidikan dan pengajaran. Pada dasarnya, pendidikan dapat diartikan sebagai pembangunan karakter seseorang sejak lahir hingga dewasa. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai pembekalan jiwa dengan nutrisi agama serta tata cara bermasyarakat. Sedangkan pengajaran sendiri adalah aktivitas nyata, mengajarkan pengetahuan (transfer kenowledge) teknologi dan ketrampilan serta meningkatkan kecerdasan dan pengendalian emosi, sehingga seseorang mampu survive di dalam kehidupan. Menurutnya, masih banyak pola pengajaran di Indonesia yang tidak disertai pendidikan sehingga yang didapatkan anak didik dari sistem itu hanya kebrutalan seperti yang banyak terjadi.

“Seseorang tidak akan pernah mendapatkan jati dirinya jika hanya menekankan pembelajaran” tuturnya, setelah memberikan sekian banyak fakta di Indonesia.

Kesempatan ketiga diberikan kepada Ust. Abdullah Farid, dengan membawakan tema “Sastra dan Cakupannya Yang Luas”. Anggota FAS Mesir yang menekuni dunia seni biola ini memberikan orasi sesuai ketentuan Departemen Pendidikan FAS Mesir. Ada beberapa alasan mengapa ia memilih tema ini, salah satunya menyinggung tentang anggapan masyarakat umum tentang sastra sebagai sebuah disiplin yang tidak mempunyai peran signifikan dalam kehidupan. “Sastra diartikan secara sempit oleh khalayak dan dianggap sebagai sebuah disiplin yang tidak dapat memberikan solusi apapun dalam berbagai problematika di Indonesia. Padahal, jika ditelaah lebih jauh, sastra mempunyai andil besar dalam menciptakan solusi” paparnya dengan gaya khas.

“Makna sastra itu sangat luas. Menurut Aristoteles, sastra merupakan suatu karya untuk menyampaikan pengetahuan yang memberikan kenikmatan unik dan memperkaya wawasan seseorang tentang kehidupan." imbuhnya.

Setelah masing-masing pembicara memberikan orasi, sesi selanjutnya dialog interaktif dan evaluasi. Sedianya, acara ini diisi oleh 5 pembicara. Namun 2 pembicara lainnya tidak dapat hadir dikarenakan beberapa sebab. Setelah jam menunjukkan pukul 11.45 AM, acara segera diakhiri dengan pembacaan doa. [Nurul Ahsan]
 

Ceramah Ramadan 1432 H.

Bulan Ramadan, sebagai bulan penuh hikmah, tidak dilewatkan begitu saja oleh FAS (Forum Alumni Sarang) Mesir untuk digunakan melakukan aktifitas diskusi dan ceramah agama. Ceramah kali ini tidak seperti tahun lalu dilihat dari mekanismenya. Sesuai keputusan jajaran kepengurusan, ceramah ini diadakan di 20 hari pertama bulan Ramadan dengan pertimbangan 10 hari terakhir merupakan detik-detik datangnya Lailatul Qadar. Tentunya momen penting untuk meningkatkan ibadah dan saat yang tepat untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya.

Setelah melakukan dua kali pertemuan, jajaran pengurus menetapkan beberapa keputusan terkait caramah yang telah diadakan 20 hari pertama bulan Ramadan sebagai berikut:


I. Pembagian Kelompok:

Kelompok I, tanggal 5 Juli 2011:
Penceramah:
  1. Muafi Himam
  2. Budi Setianggono
  3. Fauzul Halim
  4. Budi Afief
  5. Abdulloh Farid
Imam : Ust. Muhammad Zaim
Moderator: Fathul Manan

Kelompok II, tanggal 10 Juli 2011:
Penceramah:
  1. Muh. Maimun
  2. Sholihan Labib
  3. Zainal Mustaqim
  4. Fathul Manan
  5. Amud Shofi
Imam : Ust. Machmudi Muhson, MA.
Moderator: Abdullah Farid

Kelompok III, tanggal 15 Juli 2011:
Penceramah:
  1. Najib Ahmad
  2. Trisno
  3. Sholeh Taufik
  4. Agus Maimun
  5. Nur Yusuf
Imam : Ust. Suyatno Ja'far Shodiq
Moderator: Irhas Darojat

Kelompok IV, tanggal 20 Juli 2011:
Penceramah:
  1. Nurul Ahsan
  2. Nur Ihsan Mabrur
  3. Irhas Darojat
  4. Suyatno Ja'far Shodiq
Imam : Ust. Ihsan Mabrur
Moderator: Agus Maimun

II. Aturan-Aturan

  1. Penyampaian orasi berdurasi 10-15 menit bagi masing-masing Pembicara tanpa mukaddimah dan penutup
  2. Pembicara dipersilahkan menggunakan tema lain, selain tema di bawah
  3. Tiap Penceramah diharap membuat tulisan berbentuk artikel minimal 2 halaman polio.
  4. Audience diperkenankan mengevaluasi sekaligus mengajukan pertanyaan tentang isi dan metode penyampaian Penceramah
  5. Acara dilaksanakan selepas tarawih
  6. Semua anggota FAS Mesir diharap shalat Isya' dan tarawih berjamaah
  7. Semua anggota FAS Mesir diwajibkan hadir dan tepat waktu.
  8. Semua anggota FAS Mesir dihimbau dengan sangat memberikan konfirmasi kehadiran di wall facebook
  9. Bagi semua anggota FAS Mesir yang berhalangan hadir diharuskan memberikan konfirmasi di wall Facebok sekaligus mencantumkan alasan
  10. Bagi Penceramah diharuskan menuliskan tema ceramah di wall Facebook maksimal 3 hari sebelum pelaksanaan
  11. Acara ceramah ini dilaksanakan mulai tanggal 5 Juli 2011 sampai tanggal 20 Juli 2011
  12. Semua aturan, dari 1 sampai 11, tidak berlaku bagi anggota FAS Mesir putri.

III. Tema Ceramah

  1. Studi Hukum Islam dan Berbagai Interpretasinya
  2. Asas Agama (Ushul al-Din) dan Berbagai Sektenya
  3. Sastra dan Berbagai Ruang Lingkupnya
  4. Sejarah-Sejarah Perspektif Islam
  5. Strategi Dakwah
  6. Sistem Pemerintahan Islam, Demokrasi dan Sekuler
  7. Penanggulangan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
  8. Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional
  9. Mengentaskan Kemiskinan
  10. Kepesantrenan
  11. Terorisme
  12. Kepemimpinan Ideal

Ket:
5 tema pertama direkomendasikan dengan alasan telah dipelajari di fakultas masing-masing agar mempermudah Pembicara dalam menulis dan menyampaikan orasinya.

a.n. Dep. Pendidikan.
 
 
Support : Dimodifikasi oleh | masmuafi |
Copyright © 2013. MEDIA FAS MESIR - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger