GANTI FONT BLOG INI!

Sejarah Islam yang Terdustakan

Resensi Tarikhuna Al-Muftara Alaihi
Karya: Prof. DR. Yusuf Al-Qardhawi

Diskursus sejarah berkaitan erat dengan waktu. Karena perjalanan dan pergerakan waktu dari masa ke masa akan muncul yang bernama sejarah. Sejarah, dalam etimologi Arab berasal dari kata tarikh dan taurikh, keduanya menjelaskan tentang waktu. Perbedaan dari dua akar kata tersebut hanya sekadar dialekta Bani Tamim (Taurikh) dan Tarikh adalah dialekta Bani Qais.

Pada awal perkembangan, kata sejarah digunakan untuk waktu dan penanggalan kemudian dimaksudkan sebagai rekaman peristiwa yang bersandarkan pada waktu. Tahap berikutnya, sejarah diartikan sebagai berita, yang selanjunya pada pertengahan abad kedua hijrah dimaksudkan sebagai proses kodifikasi sejarah yang mengandung berbagai berita secara berantai yang berkaitan dengan waktu dan tema tertentu. Hingga akhirnya memasuki awal abad ketiga hijrah, sejarah diartikan sebagai ilmu untuk mengetahui sejarah dan berbagai berita, berbagai biografi tokoh dan berbagai buku yang menerangkan berita dan tokoh masa lalu.

Jadi kata sejarah dalam literatur Arab mencakup lima makna, The History Of …, The Biography…, Historiography, History dan Date.
Dalam terminologi Arab, sejarah, menurut Ibnu Khaldun dimaknai sebagai berbagai berita yang berkaitan dengan suatu masa atau generasi. Sedangkan tema sejarah adalah manusia dan waktu. Atau dengan kata lain tema sejarah adalah sejarah umat atau masyarakat dengan berbagai pemikiran, akidah, dan para tokoh yang berada di dalamnya, sebagaimana pendapat As-Sakhawi.

Munculnya buku Tarikhuna Al-Muftara Alaihi
Buku ini terbit sebagai respon dan jawaban DR. Qardhawi atas pertanyaan tentang masa kejayaan Islam dan keadilan yang hanya terbatas pada periode Khulafa' Ar-Rasyidin. Sehingga semua hal hanya tertumpu dan dikembalikan pada masa keemasan tersebut. Pertanyaan ini muncul di saat Ia mengisi ceramah di Niqobah Athibba' (Assosiasi para Dokter) di Mesir pada tahun 2003 M. Bagaimana jawabannya?

Dalam bukunya, DR. Qardhawi berusaha mendiskripsikan Sejarah Islam -dimulai dari masa Khulafa' Ar-Rasyidin sampai pada masa berakhirnya negara Abbasiyah - dengan fair dan adil. Kemudian Ia menilainya, baik dari sisi positif dan negatif.

Ia membagi bukunya menjadi lima bab, yaitu :
I. Penyelewengan orang-orang Sekuler terhadap Sejarah Islam dan dukungan sebagian para da'i Islam. II. Sikap Negara Umawiyah dan Abasiyah tentang Syariat Islam. III. Sejarah Islam; dampak dan kejayaan. IV. Siapakah yang bertanggungjawab atas citra buruk Sejarah Islam? V. Penulisan kembali terhadap Sejarah Islam dan bagaimana idealnya Sejarah Islam itu. Perlu diketahui Pengarang tidak membahas Negara Turki Utsmani karena ingin konsen pada periode sahabat hingga ahir masa Abbasiyah.

I. Penyelewengan orang-orang Sekuler terhadap Sejarah Islam dan dukungan sebagian para da'i Islam.

(1) Anggapan Syariat Islam hanya diterapkan pada masa sahabat Umar r.a.
Dakwaan ini muncul di awal tahun 1950 M pada abad duapuluh, diprakarsai oleh Ustad Khalid M. Khalid dalam bukunya "Min Huna Nabda'". Karena pada masa Sahabat Abu Bakar r.a disibukkan dengan memerangi orang-orang yang murtad, kemudian pada masa Utsman disibukan dengan fitnah yang berakhir dengan gerakan revolusi dan terbunuhnya sahabat Utsman, kemudian pada masa sahabat Ali banyak terjadi perang saudara. Sehingga hanya pada masa Umarlah terlaksana penerapan Syari'at Islam dan tidak mungkin terulang lagi. Pendapat inilah yang dimanfaatkan oleh orang-orang sekuler, meskipun Ustad Khalid telah menarik kembali pendapatnya ini dalam bukunya "Addaulah fil Islam" (Islam adalah agama dan state)
Jawaban atas dakwaam ini meliputi tiga dimensi;

1- Meskipun singkatnya masa pemerintahan sahabat Abu Bakar r.a. namun banyak prestasi yang raih, seperti memerangi orang-orang murtad dan orang-orang yang menentang mengeluarkan zakat demi memperjuangkan hak fakir miskin. Beliau memulai pembebasan wilayah Islam dengan memeragi orang Persia dan Romawi. Beliau membangun pondasi akhlak dalam medan pertempuran dan membuat sistem pengawasan rakyat terhadap pemimpin.
Pada Masa sahabat Utsman juga terpenuhi kemakmuran (internal) dan perluasan wilayah (eksternal), khalifah pertama yang membuat sistem perang dengan kapal laut, serta memberikan fatwa bahwa talak al faar tidak jatuh kepada istri.
Demikian pada masa sahabat Ali r.a, beliau telah membuat dasar-dasar politik kepemerintahan, keuangan, cara berinteraksi dengan para pembaikot negara sekaligus kaya dengan hazanah fatwa fikih, termasuk mengakui adanya partai oposisi (Khawarij) selagi tidak menggunakan senjata.


2-Prestasi yag diraih sahabat Umar bisa terulang kembali meskipun dalam kwalitas yang berbeda, misalkan pemerintahan Umar bin Abdul Azis, sampai dijuluki khalifah kelima. Kemudian dapat kita lihat juga pada masa Yazid bin Walid yang keduanya termasuk pemimpin Bani Marwan yang paling adil. Dapat kita lihat juga pemerintahan Nuruddin Mahmud Asy Syahid dan Shalahuddin Al Ayyubi.

3. Kepemerintahan pada masa Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, Mamalik dan sebagainya adalah periode penyimpangan terhadap Islam. Pendapat seperti tidak fair dan adil karena banyak juga di antara mereka yang bersikap adil dan berperilaku baik. Ini diakibatkan tidak sportifnya dalam referensi yang dibuat standar dalam menelusuri sejarah. Artinya, Ketika kita membahas suatu sejarah maka berbagai dimensi harus kita pelajari sehingga pelaksanaan al-jarhu wat- ta'dil berjalan dengan semestinya.

(2) Syariat adalah dasar masyarakat Islaim sepanjang 13 abad
Perlu ditegaskan bahwa Syariat Islam merupakan undang-undang masyarakat Islam sejak masa Nabi hingga runtuhnya Turki Utsmani. Penerapan ini meliputi berbagai aspek kehidupan, sebagai contoh terkenalnya biografi Umar bin Abdul Aziz pada masa Bani Umayyah. Hanya sekitar 30 bulan mampu membuat ketenangan, ketentraman, kemajuan dan kemakmuran. Tidak asing lagi dijuluki pembaharu pada seratus tahun pertama. Meskipun terkadang diakui juga ada pemerintahan yang dipimpin oleh orang yang berwatak keras, semisal Hajjaj bin Yusuf, namun perlu dicatat bahwa kepemimpinan masa dulu lebih baik dibanding masa kita sekarang. Sebab kepemimpinan sekarang era sekarang ini dikendalikan secara penuh oleh pemerintah. Semisal untuk urusan kehidupan beragama diserahkan para tokoh dan ulama' dan peradilan diserahkan pada ahli hakim. Sehingga tugas negara hanyalah tertumpu pada keamanan dan ketentraman

(3) Contoh penyelewengan sejarah secara jelas
Dakwaan yang dilontarkan oleh seorang yang sekuler bahwa Umar bin Abdul Aziz seorang yang bodoh terhadap politik dan aturan ketatanegaraan. Terbukti keadaan negara menjadi kurang tentram yang pada akhirnya terjadi perpindahan kekuasaan dari kekuasaan Arab ke orang-orang Persia.

Dakwaan yang ngawur ini terbantahkan oleh logika sehat, konsesus ulama', sejarah yang valid dan bukti nyata yang dirasakan rakyat saat itu. Menurut logika sehat, ia tidak seorang yang bodoh sebab ia keturunan keluarga Umawiyyah yang hebat. Orang tuanya seorang Amir di Mesir, pamannya adalah Abdul Malik bin Marwan, pendiri kedua Bani Umayyah. Dimungkinkan dakwaaan ini muncul dikarenakan ia adalah orang yang berpegang agama dengan baik, adil dan terkenal taqwanya sehingga hal ini dianggap penghalang untuk mengetahui dengan baik tentang politik dan aturan ketatanegaraan. Ijma' ulama menyatakan bahwa beliau adalah Khulafa' Ar-Rasyidin yang kelima dan reformer agama pada seratus tahun pertama.

Sejarah yang valid menguatkan bahwa Ia pandai berpolitik dan ilmu ketatanegaan. Sebagai contoh, di saat Abdul Malik (Putranya) melihat kedzaliman dan kerusakan dalam masyarakat sang anak ingin menghancurkan seketika, tapi sang ayah menjawab dengan penuh tenang dan bijak, "Jangan tergesa-gesa wahai anakku, sesungguhnya Allah mencela arak dalam Al-Quran dengan bertahap, dua kali tahapan kemudian pada tahapan ketiga baru mengharamkannya, dan saya khawatir kalau menganjurkan manusia dengan seketika maka mereka juga menolaknya dengan seketika, dan ini akan menjadi fitnah". Ini artinya, solusi sesuatu dengan cara bijak dan bertahap dengan menggunakan metode Allah dengan mengkaitkan sejauhmana maslahat yang akan diperoleh. Berarti betapa cerdiknya Umar bin Abdul Azizi tentang politik dalam perspektif Syara'.

Bukti sejarah menunjukan betapa hebatnya Umar bin Abdul Aziz sebab nikmatnya pemerintahannya telah dirasakan oleh rakyatnya. Di riwayatkan dari Yahya bin Said, ia berkata, "Ketika saya diutus untuk memberikan sedekah di wilayah Afrika dan aku jalankan tugas tadi kemudian setiap orang fakir yang meminta, saya kasih, sampai akhirnya tidak ada satu pun orang yang meminta lagi, sungguh Umar bin Abdul Aziz telah memakmurkan rakyatnya".

(4) Kritikan tajam yang dilakukan sebagian Dai Islam terhadap Sejarah Islam
Sebagian para dai Islam mengkritik sejarah Islam dengan tajam. Mereka mengatakan Syariat Islam hanya diterapkan pada masa Umar, dan sesungguhnya Syariat Islam itu syariat yang ideal namun tidak pas untuk diterapkan.

Di antara tiga dai Islam tersebut adalah Abu A'la Al Maududiy, Sayyid Qutb dan Muhammad Ghazali. Pendapat Abu Ala Al Maududi ini dapat kita temukan diberbagai bukunya terutama dalam buku Al-Khilafah Wal-Mulk, Mujazu Tarikhi tajdidid-Din Wa-Ihya`ihi, Al-Hukumah Al- Islmaiyyah. Semisal dalam bukunya Al-Khilafah Wal-Mulk, Abu A'la Al Maududi mengatakan sahabat Utsman dalam masa khilafahnya banyak mengangkat kerabatnya untuk menjadi pemimpin padahal banyak para pembesar sahabat dari kaum Anshar dan Muhajirin, seperti Sa'ad bin Abi Waqqash. Di samping itu, sahabat Utsman juga mendorong Bani Umayyah untuk menjadi para pemimpin. Sikap politik inilah yang dikhawatirkan oleh Sahabat Umar. Sehingga salah satu faktor inilah yang menimbulkan munculnya fitnah yang mengakibatkan terbunuhnya sahabat Utsman.

Sayyid Qutb dalam Bukunya Al-Adaah Al-Ijtimaiyyah Fil Islam dalam bab realita Sejarah Islam ia menjelaskan bahwa spirit Islam mempunyai dampak yang besar dalam perjalanan sejarah, namun ketika sampai pada masa sahabat Utsman kemudian ia kritik, karena sahabat Utsman telah memberikan jabatan kepada Marwan bin Al Hakam yang berasal dari Bani Umayyah sehingga ia berbuat tindakan yang menyimpang dari ajaran Islam dan contoh sahabat Utsman untuk mendahulukan kerabat daripada yang lain.

Sedangkan Syekh Ghazali yang agal lunak dalam mengkritik Sejarah Islam terutama Bani Umayyah. Ia mengatakan, kendali kepemimpinan yang bijaksana hanya berlaku 30 tahun terhitung sejak berdirinya. Ia mencontohkan seperti Yazid bin Muawiyah. Kemudian Syekh Gazali memaparkan nilai negatif dalam pemerintahan Bani Umayyah, seperti beralihnya sistem khilafah menjadi sistem kerajaan, kebebasan individu ditangan para penguasa dan para pengikutinya dan lain sebagainya.

(5) Kesaksian sebagian tokoh dai Islam terhadap Sejarah Islam
Meskipun sebagian para pemimpin dalam skala kecil atau besar telah menyimpang dari aturan Islam, namun para dai Islam tersebut masih mengakui bahwa Syariat Islam sebagai dasar peradilan, fatwa dan rakyat dalam kehidupan sehari-hari masih berpegang pada dasar-dasar Syariat. Sebagai contoh, kesaksian Syekh Gazali bahwa para khalifah atau para raja masih tetap berjuang demi Islam dan perubahan yang terjadi dalam individu pemimpin tidak berarti perubahan dalam aturan dan tujuan Islam. Sehingga mereka memulai lagi melakukan perluasan daerah Islam dan memberikan kebebasan wilayah agama kepada para ahli fikih.
Demikian, Sayyid Qutb juga mengakui bahwa Islam masih tetap jaya baik dalam bidang fatwa, peradilan dan undang-undang dalam masyarakat. Seperti halnya pengakuan Al Maududi, Sejarah Islam juga banyak dipenuhi para raja yang shalih dan masih banyak kesaksian lagi tentang citra baik Sejarah Islam.

Dengan mempertemukan pendapat yang mengkritik dan pengakuan terhadap citra baik Sejarah Islam maka dapat disimpulkan Sejarah Islam masih mendapat rangking yang baik dan tidak seburuk yang dipaparkan sebagian orang. Di samping itu, kita tetap menganggap bahwa kritikan yang dilontarkan ketiga tokoh tadi terhadap Sejarah Islam tidak mengurangi kapasitas dan kapabelitas keilmuan mereka. Sebab jika kita buat neraca maka nilai kebaikan yang mereka miliki lebih banyak dibanding nilai negatif. Jika seseorang mempunyai nilai kebaikan lebih banyak maka ketika ia melakukan kejelekan yang dalam batas wajar maka orang tersebut masih kita katakan orang yang baik, sebagaimana perumpamaan air yang yang tidak mengalir yang melebihi dua qullah (menurut Hanafiyyah sebanyak 101,56 Kilo Gram, sedangkan menurut mayoritas ulama' sebanyak 95,625 Kilo Gram) maka jika terkena najis dan tidak berubah maka air tersebut tetap suci (إذا بلغ الماء قلتين لم يحمل الخبث).

II. Sikap Negara Bani Umawiyah dan Bani Abasiyah tentang Syariat Islam.

(1) Negara Bani Umayyah (perluasan wilayah dan dasar peradaban)
Sebagian penulis menggambarkan bahwa Negara Bani Umayyah adalah sebuah negara, negara tanpa agama, negara Arab, bahkan ada yang beranggapan negara sekuler.
Pernyataan seperti ini dibantah oleh realita teks agama. Realita teks agama menjelaskan bahwa Negara Bani Umayyah berdiri sejak tahun 40 H sampai 132 H. pada masa generasi ini termasuk tiga periode terbaik umat, sebagaimana disinyalir kanjeng Nabi Muhammad saw.
Realita sejarah juga menyangkal pendapat di atas. Sebagaimana diketahui pada masa Negara Bani Umayyah, Islam tersebar di berbagai penjuru bumi, mulai adanya kodifikasi cabang-cabang ilmu, bahkan dimulai penerjemahan yang dipelopori oleh Khalid bin Yazid.
Ibnu Khaldun sendiri setuju kalau Negara Bani Umayyah masuk dalam pada katagori kepemimpinan yang bijaksana karena periodenya bersandingan dengan periode khilafah Ar-Rasyidah.

Memang diakui seperti kepemimpinan Walid bin Yazid adalah pemimpin Bani Umayyah yang terjelek namun terkadang orang berlebihan dalam memberikan penilaian terhadap Walid bin Yazid sampai dikatakan ia seorang yang kafir. Setelah berakhirnya masa Walid bin Yazid (setahun lebih tiga bulan) puncak kepemimpinan dipegang seseorang yag disebut sebagai orang yang paling adil –termasuk Umar bin Abdul Aziz- dari Bani Marwan.

(2) Negara Bani Al-Abbas (Negara ilmu dan berkembanganya peradaban)
Pada masa ini muncul tokoh-tokoh sekaliber internasional, sebut saja Ibnu Hayyan, Al Biruni, Ibnu Sina, Azzahrawi, Khawarizmi, Ibnu Nafis, Ibnu Rusyd. Dalam sisi peradaban adanya bangunan yang hebat. Terlebih pada mana Abbasiyah pertama, masa Al Manshur, Harun Ar-Rasyid, dan Al-Makmun adalah masa keemasaan. Dari sinilah kita dalam mengambil metode riset ilmiah, sebagaimana dikatakan oleh DR. Sami An Nasysyar bahwa metode Islam tidak hanya terbatas pada metode deduktiv (Al-Manhaj Al-Qiyasi) sebagaimana ilmu logika Aresto, namun harus dipadukan dengan metode istiqra'i (induktif).

III. Sejarah Islam; dampak dan kejayaan

(1) Kuatnya sisi Ketuhanan dalam Sejarah Islam
Keistimewaan Sejarah Islam bersumber dari Allah SWT dan bertujuan untukNya, karena umat ini dijadikan sebagai sebaik-baik umat, bertugas untuk amar ma'ruf dan nahi munkar. Di samping itu, sejarah juga bertujuan untuk mencari ridha-Nya sebab semua prilaku hidup hanya milik-Nya. Maka Allah mengajari umat ini dengan membaca, karena ia adalah kunci ilmu pengetahuan dan peradaban, sekaligus bacaan tadi disertai dengan nama Allah. Ini menunjukan arti pentingnya ilmu dan agama dalam membangun sebuah peradaban.

(2) Menjunjung tinggi nila-nilai kemanusiaan dalam Sejarah Islam
Kemuliaan dan hak asasi manusia sangat dijunjung oleh Sejarah Islam. Banyak sejarah yang menceritakan kisah tersebut. Seperti kisah persengketaan antara sahabat Ali dengan seorang Nasrani. Di suatu saat baju besi milik sahabat Ali berada di tangan seorang Nasrani, namun sang Nasrani mengaku bahwa baju itu miliknya. Bagi sahabat Ali tidak ada jalan lain untuk bisa mengembalikan bajunya tersebut kecuali melalui peradilan. Kemudian Beliau ditanya oleh Qadhi Syureh, "Apakah Anda punya bukti atas dakwaan Anda?", tidak, jawab sahabat Ali, kemudian Qadhi Syureh memutuskan bahwa baju tersebut milik sang Nasrani. Namun akhirnya sang Nasrani tadi mengakui bahwa baju itu milik sahabat Ali lalu mengucapkan dua kalimat syahadat.
Di antara nilai-nilai kemanusiaan yang lain adalah senang membantu yang membutuhkan dan berbuat baik kepada sesama, seperti didirikannya rumah sakit, adanya wakaf dan lain sebagainya.

(3) Berprinsipkan Akhlak Mulia
Ini sangat penting karena rasul membawa tugas untuk menyempurnakan Akhlak. Seperti, ketika sahabat Ali r.a. keluar rumah untuk melakukan shalat Subuh, ada dua orang khawarij, Syabib Al-Asyja'i dan Abdur Rahman bin Muljim sedang mengintainya. Di saat sahabat Ali masuk pintu masjid, kemudian Syabib berusaha memukulnya tapi tidak terkena sasaran, kemudian Ibnu Muljim dapat memukulnya dibagian kepala sahabat Ali, lalu sabahat Ali berkata, "Demi Allah, saya telah memperoleh kemenangan", artinya mati syahid. Kemudian seketika orang-orang berkumpul mendatangi kedua laki-laki tadi. Syabib mampu melarikan diri, sedangkan Ibnu Muljim dapat ditangkap oleh Mughirah bin Naufal. Kemudian orang–orang mendatangi sahabat Ali, seraya bertanya, "Apakah yang harus diperbuat untuk sang pembunuh? Sahabat Ali menjawab, "Jika aku masih hidup, urusan di tangan saya, jika saya meninggal maka urusan saya serahkan kalian, namun jika anda mengqishohsnya maka satu pukulan dibalas dengan satu pukulan, namun memaafkan itu lebih mendekatkan terhadap ketaqwaan".

(4) Toleransi dalam Beragama
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (الممتحنة الآية 8)
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ  فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ  قُلْتُ وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِيْ أُمَّكِ. (رواه البخاري في كتاب الهبة وفضلها والتحريض عليها، باب الهدية للمشركين)
Toleransi termasuk keistimewaan dalam Sejarah Islam. Sehingga hal ini diakui secara fair oleh orang-orang Barat, seperti yang dikatakan oleh orientalis Inggris Thomas Arnold dalam bukunya Ad Da'wah Ila Islam.

(5) Islam tersebar dengan damai
Islam tersebar dengan mudah karena menggunakan jalan damai, bukan dengan mengangkat senjata sebagaimana dikatakan orang-orang yang tidak suka terhadap Islam. Pemaksaan tidak bisa menarik simpati. Pengakuan ini tidak hanya dikatakan orang Islam sendiri namun diakui juga tokoh-tokoh orientalis.

(6) Mampu menghadapi berbagai rintangan dan cobaan
Di antara cobaan dan rintangan itu adalah banyaknya pemurtadan setelah wafatnya Rasul, munculnya fitnah besar di antara sahabat sampai sahabat Utsman terbunuh. Terjadinya perang Jamal dan Siffin, munculnya perang salib dan lainnya.

IV. Siapakah yang bertanggungjawab atas citra buruk Sejarah Islam?

Semua orang Islam bertanggungjawab atas citra buruk yang menimpa sejarah Islam, dan kelompok terdepan yang paling bertanggungjawab ialah para sejarawan, sastrawan dan Ahli Hadits.

(1) Empat pointer yang harus dipertanggungjawabkan sejarawan muslim atas citra buruk Sejarah Islam.

1- Mereka tidak teliti dalam meriwayatkan peristiwa yang berkaitan dengan fitnah di antara para sahabat dan pemberitaan tentang Negara Bani Umayyah. Oleh karena itu, tidak semua buku-buku sejarah mengandung kebenaran seratus persen. Sebagai contoh buku sejarah karya Imam AT Thabari. Keinginan yang diusung oleh Imam At Thabari adalah mengumpulkan semua sejarah tanpa harus melalui penyeleksian terlebih dahulu terhadap sanad dan realita yang diberitakan. Bisa dimungkinkan Imam AT Thabari menulis sejarah dari seorang perawi padahal dia seorang yang dhaif atau dicurigai berdusta atau yag lainnya. Yang penting bagi At Thabari adalah kecintaan untuk mengoleksi berita dan mengkhawatirkan berita tersebut sirna jika tidak dibukukan. Maka, dalam mukadimah sejarah yang dia tulis ia katakan, "Buku saya ini mencakup berita dan sejarah masa lalu dan apabila ada berita yang tidak disetujuai pembaca atau bagi pendengar, disebabkan ketidakbenaran berita tersebut maka itu semua bukan dari saya namun dari seseorang yang memberitakan ke saya, sehingga saya hanya sekadar menulis apa yang telah ia berikan kepadaku". Kelemahan berikutnya pada sejarah Imam At-Thabarberkaitan tentang pandangan kalau sejarah itu tidak dapat dibuat hujjah karena tidak berkaitan dengan halal dan haram seperti ilmu fikih, serta tidak menjelaskan tentang penafsiran Al-Quran atau Hadits.

2- Pemberitaan tentang sesuatu yang aneh dan ajaib secara berlebihan sekaligus menyebut bilangan angka yang berlebihan juga. Maka pantas jika ahli Hadits mengatakan ciri hadits maudhu' adalah hadits yang berlebihan dalam memberitakan ancaman dan janji.

3- Mayoritas buku-buku sejarah yang besar yang menjadi rujukan adalah terkonsentrasi pada sisi politik, militer dan kepemerintahan dan sesuatu yang berkaitan dengannya. Padahal masih banyak sisi lain yang belum menjadi perhatian serius seperti biografi tokoh, klasifikasi dan tingkatan masyarakat yang menurut Imam Dzahabi sampai empat puluh buku sejarah. Keempat puluh buku sejarah tersebut tidak banyak dijelaskan oleh buku-buku sejarah yang besar yang hanya mengurusi urusan politik saja.

4- Minimnya perhatian terhadap sejarah yang bersifat pembaharuan dibandingkan dengan sejarah tentang politik, serta kecilnya perhatian sejarah tentang perjalanan rakyat dan tokoh ulama' dan para dai Islam dibandingkan dengan sejarah para pemimpin dan para raja.

(2) Tanggungjawab citra buruk sejarah juga dipikul oleh buku-buku sastra baik berbentuk syair, prosa, kisah, dan sebagainya.

(3) Sebagian muhadditsin harus bertanggungjawab disebabkan mereka membatasi masa Khilafah Rasyidah hanya pada masa tiga puluh tahun setelah Rasulullah saw. Dua tahun masa sahabat Abu Bakar, sepuluh tahun masa sahabat Umar, dua belas tahun masa sahabat Utsman dan enam tahun masa sahabat Ali. Setelah itu mulai muncul masa kerajan yang saling baku hantam. Sebagian ahli muhadditsin tidak membatasi masa Khilafah Rasyidah dalam batas tertentu, seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Hadits-hadits Tentang Fitnah dan Hari Akhir
Sebagian besar ahli hadits memberitakan hadits-hadits tentang fitnah dan tanda-tanda hari akir dengan pemahaman kepada pembaca bahwa Islam terbelakang, semakin banyak kekafiran, setiap waktu kejelekan semakin bertambah dari sebelumnya. Padahal di sisi lain banyak hadits yang menceritakan kabar gembira yang disinyalir hadits-hadits shahih.

Hadits Iftiraq Ummah
Hadits yang sering disebut adalah hadits tentang perpecahan umat menjadi 73 kelompok, semuanya masuk neraka kecuali satu. Mereka berusaha mencari dukungan agar hadits tersebut mejadi hadits shahih, namun hadits ini secara dzatiyah tidak bisa sampai pada derajat hadits shahih, karena itu Imam Bukhari dan Muslim tidak menyebutkan dalam kitab shahihnya. Sebagian riwayat hadits tidak menyebutkan bahwa semuanya masuk neraka kecuali satu tapi hanya menyebutkan jumlah perpecahan dan kelompok saja, yaitu hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Hibban dan Hakim melalui jalur Abu Hurairah. Hadits ini disahihkan Imam Turmudzi dan disahihkan Ibnu Hibban dan Hakim.

Hadits yang menjelaskan semua kelompok masuk neraka kecuali satu melalui sanad sahabat Abdullah bin Amr, Muawiyah, Auf bin Malik, Anas dan semuanya dhaif. Sebagian ulama` ada yang menentang, baik dari sanad dan sebagian lagi dari segi matan dan makna. Imam Syaukani menukil perkatan Ibnu Kastir bahwa tambahan hadits semuanya masuk di neraka kecuali satu adalah dhoif sebagaimana dikatakan sebagian ulama, bahkan Ibnu Hazm mengatakan maudhu'.

V. Penulisan ulang terhadap sejarah Islam dan bagaimana seharusnya sejarah Islam itu

(1) Kenapa perlu penulisan ulang sejarah Islam
Ini dianggap penting karena setiap kelompon ingin menulis kembali sejarah sesuai orientasi masing-masing kelompok. Oleh karena itu perlu adanya metode untuk menulis ulang sejarah.

(2) Siapakah yang menulis ulang sejarah dan bagaimana seharusnya ditulis.
Kita tahu tidak semua orang yang mengetahui sejarah mampu menulis sejarah Islam. Ia harus melengkapi dengan pendidikan Islam, memahami sejarah, memahami umat, paham filsafat sejarah, akidah, syariat dan peradabannya. Ia harus mengetahui metode orang–orang terdahulu dalam menulis sejarah dan sisi kelemahan untuk diperbaiki. Adanya tanggungjawab dihadapan Allah, dengan hati nurani dan umat dan tidak boleh sembrono. Maka ia harus menjauhi sumber dan referensi yang tidak kuat dan tidak boleh menafsiri dan membaca peristiwa dengan penafsiran yang jelek, seperti yang dilakukan para orientalis atau berlebihan dalam menafsiri.
Akhirnya perlu adanya pandangan yang lengkap tentang sejarah dari berbagai dimensi agar kita bisa bersikap adil terhadap sejarah Islam.
Wallahu A'la Wa A'lam

Dikaji oleh : H.Mahmudi muchson MA.

Share this article :
 
 
Support : Dimodifikasi oleh | masmuafi |
Copyright © 2013. MEDIA FAS MESIR - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger